Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO , Yogyakarta: Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo mengaku tak mau terlalu birokratis dalam membangun bidang olahraga dan kepemudaan. Roy menyatakan ingin membangun kultur baru. Kultur lama yang ditinggalkan Andi Alifian Mallarangeng akan ditinggalkan.
“Kalau dulu, seorang atlet hanya untuk dialog atau bertemu dengan pejabat susah sekali, berbelit-belit, kirim surat minta diberi waktu, saya tak mau seperti itu lagi,” kata Roy dalam dialog bersama sejumlah tokoh olahraga, Yogyakarta, Sabtu, 16 Februari 2013.
Roy mengatakan, prosedur semacam itu adalah cara yang tidak semestinya berlaku. “Seharusnya pejabat, pemerintah, dan negara itu yang turun dan minta waktu dengan atlet, agar bisa berdialog. Karena itu memang tugasnya, turun ke bawah dan melihat langsung kondisi di lapangan,” kata dia.
Roy meminta para atlet dan insan olahraga membuat undangan kepada pejabat mengenai persoalan olahraga. “Dari undangan itulah nanti saya yang datang, atau orang-oroang di kementrian lain,” kata dia.
Roy mengatakan saat melihat langsung kondisi di lapangan, barulah diketahui realitas persoalan bidang olahraga. Ia menceritakan pernah melihat sebuah latihan tim nasional cabang olahraga panahan di lapangan Jakarta. Dalam latihan itu para atlet panah mesti ekstra hati-hati. Sebab di lapangan itu ada tim sepakbola. “Jadi ada persoalan ruang yang terbatas juga konsekuensinya. Kalau itu cuma dilaporkan saja orang tidak tahu apa sih sebenarnya dampak ketika ruang berlatih itu minim,” katanya.
Ketua Komite Nasional Olahrga Indonesia (KONI) DIY Gusti Bendoro Pangeran Hario Prabukusumo mengatakan persoalan sarana dan prasarana atlet masih menjadi persoalan klasik dalam pemberdayaan bidang olahraga. “Kami berharap ada upaya yang lebih progresif dalam penyelesaian hal-hal tersebut,” kata dia.
