TEMPO.CO, London - Tidak semua kasus doping dalam olahraga dibuka dan hal ini diyakini dilakukan berkaitan dengan alasan bisnis (hitam). Hal ini dikataan Victor Conte, orang yang paling disorot dalam skandal doping besar di Amerika Serikat pada 2000-an. "Saya yakin ini (tes positif) disembunyikan di Amerika Serikat, Rusia, seperti Jerman Timur. Dan untuk apa semua ini? Uang,” kata Conte. "Ini soal uang, ini soal korupsi."
Conte meyakini perang melawan doping dilakukan tidak serius. "Saya yakin keinginan untuk menangkap para atlet curang ini sangat payah. Mereka tutup mata karena hal itu jelek untuk bisnis,” kata Conte. “Menurut saya (Rusia) ini (mempraktikkan) seperti Jerman Timur pada 70-an. Doping yang didukung negara. Saya yakin mungkin 80 persen atlet alite atltetik, dan yang lebih tinggi lagi, pakai (zat terlarang).”
Conte mantan pemain bass yang pindah haluan membuka laboratoriun. Ia memanfaatkan pengetahuannya soal gizi yang didapat secara otodidak. Pengetahuan ini dia gunakan untuk mendapat akses ke sejumlah atlet kenamaan, termasuk pelari cepat putri AS, Marion Jones, dan pemain bisbol Barry Bonds dan Jason Giambi. Conte menyuplai mereka dengan zat terlarang pemacu prestasi yang dihasilkan oleh laboratoriumnya.
Sponsor dan para pemegang hak siar televisi bertambah prihatin terkait merek produk mereka dengan adanya skandal besar baru yang telah menghantam kejuaraan dan organisasi semisal badan sepak bola dunia, FIFA. Badan sepak bola dunia ini dilanda krisis menyusul penyelidikan terkait korupsi dan pencucian uang. Banyak atlet atletik yang mendapat bonus karena memenangi medali emas dengan agen, pelatih, federasi semua kecipratan uang karenanya.
Usain Bolt, manusia tercepat di dunia dari Jamaika, menurut Forbes.com penempati urutan ke-45 atlet peraih uang terbanyak pada 2014. Ia mendapat US$ 23,2 juta atau Rp 313,5 miliar setahun. Dari jumlah itu, US$ 23 juta atau Rp 310,8 miliar di antaranya dari sponsor.
Kepada Reuters, Conte menyatakan pada 2012 curang telah dijadikan senjata di olahraga walaupun dalam tes (doping) tidak terbukti. Lebih dari separuh pelari yang lolos semifinal Olimpiade 2012 di London dia nyatakan mengonsumsi zat-zat terlarang (drug). Mereka juga mengonsumsi pada kejuaraan-kejuaraan menjelang Olimpiade London.
Sementara itu, Robin Parisotto dan ilmuwan lain, Michael Ashendon, menyimpulkan dalam laporan Sunday Times bahwa lebih dari 800 atlet tercatat sekali atau lebih (hasil tes sampel darah mereka) “abnormal”. Data itu diberikan setelah buruknya ribuan hasil tes darah dari 2001 hingga 2012.
Jumlah hasil tes abnormal di Rusia mencapai 415, dikuti kemudian oleh Ukraina, Maroko, Spanyol, Kenya, Turki, dan negara-negara lainnya. Kenya, yang kuat dalam lari jarak menengah dan jauh, setidaknya memiliki 18 medali yang diraih atletnya dengan hasil tes mencurigakan, demikian dinyatakan Sunday Times.
REUTERS | AGUS BAHARUDIN