TEMPO.CO, Jakarta - Jika Johanna Kota, petenis putri Inggris, ingin memenangi grand slam pertamanya di Australia Terbuka, negara tempat ia dilahirkan, ia kemungkinan harus mengalahkan juara 2008, Maria Sharapova, untuk mencapai final.
Sharapova menjadi primadona buat panitia Australia Terbuka tahun ini. Padahal, petenis Rusia itu bukan juara bertahan dan peringkat dunianya kini cuma di urutan ke-47.
Selain itu, dua tahun lalu namanya di lapangan keras Melbourne Park tercemar karena terbukti memakai obat terlarang ketika bertanding sampai mencapai babak perempat final melawan Serena Williams, juara bertahan yang kali ini absen.
Sharapova kemudian mendapat hukuman dari Federasi Tenis Internasional (ITF) berupa larangan bertanding 15 bulan sehingga tak bisa main di Australia Terbuka tahun lalu. Ketika ia kembali bertanding, tak semua petenis wanita setuju Sharapova bisa langsung mengikuti turnamen resmi.
Tapi, karena juara bertahan dari Amerika Serikat itu absen, Sharapova yang ditunjuk untuk menggantikannya menjadi bintang acara undian Australia Terbuka di Melbourne, Kamis malam, 11 Januari 2018. Undian dimajukan sehari sebelumnya sebelum turnamen berlangsung mulai Senin mendatang.
Sharapova tampil bersama juara bertahan tunggal putra, Roger Federer, dalam acara undian itu yang disiarkan berbagai jaringan stasiun televisi.
Direktur turnamen, Craig Tiley, mendapat banyak pertanyaan mengapa pria itu terkesan sangat menyanjung Sharapova, yang sekarang cuma ada di peringkat 47 dunia. Padahal, masih ada pemain papan atas lainnya seperti pemain nomor satu dunia sekarang, Simona Halep.
“Untuk bersikap adil kepada Maria, pengadilan telah dilakukan terhadap kasus yang dialaminya,”kata Tiley.
“Ia adalah mantan juara di Australia Terbuka, 10 tahun lalu. Itu seperti perayaan 30 ulang tahun turnamen yang besar ini di Melbourne Park, dan Billie Jean King (mantan bintang tenis putri dari Amerika Serikat) datang tadi pagi,” Tiley melanjutkan.
King memenangi Australia Terbuka 50 tahun lalu. “Sharapova berhak mendapat kesempatan seperti itu,” kata Tiley.
Sharapova juga melayani wawancara dengan pembawa acara dari Channel 7, stasiun televisi yang menjadi tuan rumah, dengan lancar.
“Setelah lama absen, ada penyesuaian,” kata Sharapova.
“Mereka tidak datang dengan mudah. Saya terkadang harus mundur dan bilang hal itu memakan waktu. Saya tidak pernah memikirkan akan pensiun. Tapi, ketika masih remaja, saya tidak pernah berpikir akan bermain sampai berusia 30 tahun,” kata pemegang lima trofi grand slam ini.
“Saya tadinya berpikir akan memenangi beberapa turnamen dan kemudian memiliki sebuah keluarga. Dan, inilah saya di sebuah olahraga yang memberikanku begitu banyak hal dan saya berharap akan punya keluarga juga,” kata Sharapova.
Dalam buku otobiografinya tahun lalu, Maria Sharapova mengungkapkan pengamatannya kepada Serena, yang mengalahkannya 19 kali dalam 21 pertemuan. “Fisiknya jauh lebih kuat dan besar daripada yang kamu lihat di tayangan televisi. Dia memiliki tangan dan kaki yang besar dan tampak begitu kuat dan menakutkan,” katanya.
GUARDIAN | DAILY MAIL | HARI PRASETYO