TEMPO.CO, Jakarta - Perenang putra asal Amerika Serikat, Michael Phelps, mengatakan sempat berpikir untuk mengakhiri hidup pada saat sedanh di puncak karier. Pemegang rekor 23 medali emas di ajang Olimpiade tersebut mengatakan niat buruk tersebut pertama kali muncul saat mengikuti Olimpiade 2004 di Athena, Yunani.
"Setelah mengikuti Olimpiade itu, saya rasa, saya mengalami depresi yang sangat berat," ujar Phelps seperti dilansir dari halaman BBC pada Sabtu, 20 Januari 2018. Di Olimpiade Athena tersebut, Phelps yang kala itu masih berusia 18 tahun berhasil memboyong enam emas dari berbagai nomor.
Saat itu, Phelps mengatakan mengalami emosi yang tidak menentu. Sanjungan yang terus diberikan kepadanya menjadi beban tersendiri bagi Phelps. Pada tahun yang sama, ia mulai berani melanggar beragam peraturan. Salah satunya adalah mengendarai mobil sewaktu masih di bawah umur yang ditentukan.
Pada 2008, sebulan sebelum mengikuti Olimpiade di Beijing, Cina, tersebar foto dirinya menghisap ganja dari sebuah pipa. Phelps mengakui gambar di foto tersebut adalah dirinya. Kemudian, ia meminta maaf dan mengakui perbuatannya tersebut adalah sesuatu yang patut disesalkan.
"Narkoba adalah suatu bentuk pelarian dari apapun yang sebenarnya ingin saya kejar," kata Phelps. "Hal tersebut menjadi candu bagi saya, setiap hari, untuk menghindar dari segala masalah yang saya rasakan," ujarnya.
Phelps pun mengatakan mengalami masa terberatnya selepas ia mengikuti ajang Olimpiade pada 2012 di London, Inggris. "Pada saat itu, saya merasa tidak ingin berkecimpung di dunia olahraga lagi. Saya tidak ingin hidup lagi," ujarnya.
Pada saat-saat tersebut, Phelps kerap menyendiri selama tiga hingga lima hari di kamar tidurnya. Tidak makan, sedikit tidur, dan kerap berpikir untuk mengakhiri hidupnya.
Untunglah, Phelps mulai menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan. "Saya ingat saat saya menjalani pengobatan pertama. Saya gemetar karena gelisah dengan perubahan apa yang akan terjadi pada diri saya," ujarnya.
Pada hari pertama pengobatannya, seorang suster membangunkannya pada jam enam pagi. "Lihatlah tembok itu, dan ceritakan apa yang kamu rasakan," ujar Phelps menirukan ucapan sang suster yang membangunkannya. Di tembok tersebut, kata Phelps, tergantung gambar tentang delapan emosi dasar untuk mengidentifikasi kondisi emosional pasien.
Phelps menjawabnya dengan amarah. "Kamu pikir, seperti apa kondisi saya sekarang? Saya sangat tidak senang. Saya bukan orang yang biasanya bangun pagi," ujarnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, karena pengobatannya, Phelps mulai bisa menerima kondisi dirinya. "Saya mengatakan pada diri saya berulang kali, kenapa saya tidak menjalani pengobatan ini sejak sepuluh tahun yang lalu? Saya mulai menyadari, kala itu saya belum siap," ujarnya.
Dengan pengalaman hidupnya tersebut, kini Phelps telah menawarkan program Michael Phelps Foundation untuk para remaja di Amerika Serikat. Dengan begitu, ia berharap angka kematian remaja di negara tersebut dapat menurun.
"Momen ketika saya sembuh dari rasa depresi saya menjadi momen yang lebih baik dibandingkan saat saya berhasil memenangkan medali emas di Olimpiade," kata Phelps. "Saya sangat bersyukur bahwa saya tidak jadi mengakhiri hidup saya."
BBC | CNN | ERLANGGA DEWANTO