TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Lawn Tenis Indonesia (PP Pelti) periode 2017-2022 Rildo Ananda Anwar mengatakan, PP Pelti yang memfokuskan petenis muda untuk membangkitkan tenis Indonesia membutuhkan waktu 2-3 tahun.
”Untuk berjaya di Asia Tenggara dan melihat hasilnya,” kata dia di Jakarta, Ahad, 4 Februari 2018.
Rildo, mantan petenis nasional yang juga menjabat sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan dalam waktu tersebut petenis Indonesia memerlukan try out ke beberapa tempat di luar Indonesia.
“Setelah itu mereka akan tahu kekuatan masing-masing,” kata dia.
Baca: Ditekuk Filipina 3-1, Indonesia Harus Jalani Play-off Piala Davis
Lebih jauh, Rildo berujar petenis muda rata-rata masih berusia 17 sampai 19 tahun. Jika mereka mendapat banyak pengalaman berlatih diluar, kata Rildo, tekanan dalam bertanding akan lebih mereka rasakan. “Semakin percaya diri ke depannya,”
Deddy Prasetyo, selaku Wakil Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Pengurus PP Pelti mengatakan, petenis muda Nasional saat ini terjebak pada permainan stereotype.
“Kualitas pukulannya tak diragukan lagi karena sudah dilatih, tapi mereka tak bisa keluar saat tertekan. Itu yang kami sebut stereotype. Jam terbangnya kurang,” ujar Deddy.
Menurut Deddy, Tim Davis Indonesia, yang kalah bertanding dengan Filipina dalam Piala Davis Grup II Zona Asia/Oseania di Stadion Tenis Gelora Bung Karno, Jakarta tak pernah dilatih seperti dalam situasi pertandingan itu. Kebanyakan dari mereka juga baru merasakan turnamen kelas senior.
Dalam waktu tiga tahun pembinaan, kata Deddy, pada tahun pertama, kelas mereka harus naik. Selanjutnya, pada tahun kedua mulai memperbaiki pencapaian.
Baca: Kalah di Piala Davis, Indonesia Akan Lakukan Spesialisasi Pemain
"Achievement tidak hanya sampai kualifikasi. Harus bisa masuk tahap selanjutnya.Terakhir, pada tahun ketiga merupakan tahun untuk mencapai prestasi. Tidak hanya Justin Barki yang bisa masuk peringkat pada nomor double," ujar Deddy.
Menurut dia, jika Justin sudah bisa menjuarai turnamen 15.000, seharusnya nanti bisa naik menjadi 25.000. Selain itu, ia juga berharap agar petenis bisa masuk 6 dari 12 turnamen internasional dalam setahun. “Jadi tiap dua bulan ada satu.”
Ukuran prestasi tenis nasional, kata Deddy, bukanlah dilihat dari perolehan gelar, tapi peningkatan performance pemain. “Bukan outcome goal, tapi permainan harus yang maksimal. Ada tahapannya, tidak bisa langsung,” tutur Deddy.
JENNY WIRAHADI