TEMPO.CO, Jakarta - Prestasi bulu tangkis Indonesia beberapa tahun belakangan belum mampu menyamai para pendahulunya. Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) pun mengakui mengembalikan kejayaan bulu tangkis Indonesia menjadi pekerjaan rumah besar yang belum selesai.
Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiharto mengatakan hal ini membuat bulu tangkis tak sepopuler sebelumnya. Walhasil, minat masyarakat untuk terlibat dalam olahraga ini pun semakin berkurang.
Baca: Hanna Ramadini Tinggalkan Pelatnas Bulu Tangkis PBSI
"Sumbernya (pemainnya) saat ini terbatas, orang yang main badminton makin sedikit, talenta juga sedikit," kata Budi, sapaan akrab Budiharto, saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Selasa malam, 5 Juni 2018.
Budi mengatakan harus ada pembenahan sistem dari segi internal. Pembenahan dari klub-klub bulu tangkis di tingkat daerah, sebagai pemasok utama pemain ke Pelatnas Cipayung, harus dibenahi. Peningkatan ini harus dimulai dari pelatih-pelatih di masing-masing klub.
Baca: Bulu Tangkis Asian Games: Candra Wijaya Serukan Main Gila-gilaan
"Klub harus benahi diri, adakan short course (untuk pelatih) ke klub di daerah-daerah tertentu. Tapi setiap pelatihan butuh dana, setiap pengprov (pengurus provinsi) belum tentu ada dana untuk pelatihan itu," ucapnya.
Krisis pemain di Pelatnas PBSI Cipayung terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Kurangnya sumber pemain membuat pilihan pemain tak banyak. Saat ini, hanya sektor ganda yang masih bisa banyak berbicara di tingkat dunia.
Baca: Bulu Tangkis: Hendra Isyaratkan Pensiun, Ini Reaksi Ahsan-Marcus
Di sektor tunggal putra, dua atlet Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie, sudah mulai menembus peringkat 15 besar dunia. Meski begitu, inkonsistensi masih kerap menghantui kedua pemain. Sektor tunggal putri bulu tangkis Indonesia menjadi paling sering mendapat sorotan. Saat ini, pemain Indonesia dengan peringkat tertinggi ada di sosok Gregoria Mariska Tunjung (peringkat 33) serta Fitriani (peringkat 39).
EGI ADYATAMA