"Dua hal yang saya pikirkan, saya mati dengan cara diam di tempat, atau mati saat berjuang untuk keluar gedung," kata peraih emas nomor ketepatan mendarat beregu putra Asian Games 2018 ini.
Baca: Kisah 7 Atlet Paralayang yang Terkubur Reruntuhan Gempa Palu
Setelah gempa terjadi, Hening berhasil keluar dari gedung pusat perbelanjaan dengan menuruni tangga utama yang sudah dalam kondisi mati, suasana gelap, dan pintu masuk gedung juga tidak kelihatan.
"Saya tidak berpikir lagi mencari tangga darurat, tujuan saya hanya turun, dan mencoba menyelamatkan diri," katanya.
Bersama dengan warga Hening berhasil keluar dari gedung melalui lorong kecil yang banyak dilalui orang-orang. Lima belas menit sebelum tsunami terjadi. Hening juga sempat mengabadikan fotonya di sebuah masjid Baiturrahman yang berada dekat dengan pusat perbelanjaan.
"Masjid itu tadinya kokoh dan megah, seketika ambruk oleh gempa, saya coba mengabadikan foto di sana, sebagai bentuk syukur, inilah saya masih diberi keselamatan oleh Allah, juga untuk menginfomasikan kepada keluarga," katanya.
Baca: Atlet Paralayang Korsel Masih Hilang di Palu
Hening mengaku beruntung, saat perlombaan dirinya tidak memilih menginap di Hotel Roa-Roa tempat tujuh atlet paralayang yang belum ditemukan. Ia memilih bergabung dengan teman-teman paralayang lainnya menginap di Borneo Hotel.
Pria yang juga pemilik usaha cireng ini mengenal seluruh atlet yang menjadi korban gempa dan tsunami Palu, salah satunya Ibu Rachmat Sauma yang cukup dikenal dekat. Hening menambahkan, perlombaan Palu Nomoni 2018 ini adalah perlombaan pertama yang diikutinya setelah laga Asian Games 2018.
Ia memilih ikut karena untuk meningkatkan skill terbang di nomor lintas alam atau Cross country' (XC), karena skor tercatat secara nasional.
"Di Indonesia itu jarang ada kekuatan untuk nomor lintas alam, jadi saya ingin ikut untuk menambah jam terbang saya, tingkatkan skill," katanya.
Dua dari tujuh atlet paralayang Indonesia yang dikabarkan hilang dalam bencana gempa Palu dan Donggala tersebut telah ditemukan di antara reruntuhan Hotel Roa-Roa Palu dalam keadaan meninggal dunia, yakni Gleen Mononutu dan Petra Mandagi.