TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen PSIM Yogyakarta merasa kecewa dengan keputusan wasit Maulana Nugraha yang memimpin pertandingan timnya melawan PS Tira dalam lanjutan Piala Indonesia babak 64 besar di Stadion Agung Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa sore.
"Penampilan para pemain kami tidak buruk, bisa mengimbangi permainan PS Tira, cuma sayang harus terhenti, karena memang kami pikir ada beberapa keputusan wasit yang tidak tepat," kata pelatih kepala PSIM Yogyakarta Bona Elisa Simanjuntak usai pertandingan, Selasa.
Pertandingan antara PS Tira melawan PSIM Yogyakarta dengan skor sementara 2-0 untuk kemenangan PS Tira tersebut harus dihentikan pada menit 80 karena ribuan suporter dari PSIM Jogja merangsek masuk ke lapangan karena protes keputusan wasit Maulana.
"Saya pikir kedua tim menunjukkan permainan yang bagus, menarik ditonton. Namun saya akui, saya yang bermain di dalam lapangan merasa ada sedikit keputusan wasit yang merugikan kami," kata pemain PSIM Yogyakarta Raymond Ivantonius yang mendampingi pelatih.
Bona mengatakan, setidaknya ada dua keputusan wasit saat memimpin pertandingan yang dinilainya merugikan tim, yaitu saat wasit memutuskan tidak ada `hand ball`, padahal menurut para pemain PSIM, bola itu mengenai tangan pemain PS Tira setelah ditendang ke arah gawang.
"Yang agak jelas itu yang pertama hand ball, waktu itu Raymond ada di belakang wasit, kemudian (keputusan wasit) yang kedua kalau kita lihat itu gol kedua posisi pemain PS Tira offside," kata Bona.
Sementara itu, PSSI mengatakan hendak menyelidiki penyebab kerusuhan laga PS Tira vs PSIM Yogyakarta yang baru pertama kali terjadi dalam pergelaran Piala Indonesia.
"Komite disiplin PSSI akan menangani kejadian ini. Kami juga akan mengevaluasi dan meminta laporan kinerja perangkat pertandingan," ujar Wakil Ketua Umum II PSSI, yang juga Ketua Panitia Pelaksana Piala Indonesia Iwan Budianto, dikutip dari laman daring PSSI di Jakarta, Selasa.
Iwan menyebut, PSSI sangat menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. Menurut dia, para suporter seharusnya dapat menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang merugikan klub.
Selama Piala Indonesia 2018 bergulir, lanjut Iwan, belum pernah terjadi kekacauan seperti itu.