TEMPO.CO, Jakarta - Perjalanan pebulutangkis Sony Dwi Kuncoro harus terhenti pada babak pertama Daihatsu Indonesia Masters 2019. Ia tersingkir setelah dikalahkan pemain pemusatan latihan nasional PBSI Shesar Hiren Rhustavito dengan skor 22-20, 15-21, dan 8-21.
Menanggapi laga tersebut, pemain berusia 34 tahun itu menyatakan mengalami penurunan permainan pada game kedua. Sedangkan pada game ketiga ia menilai sempat kehilangan fokus yang nampaknya bisa dimanfaatkan lawan dengan optimal. "Mungkin karena saya harus menjalani dua pertandingan kualifikasi kemarin," ucap Sony di Istora Senayan, Jakarta, Rabu, 23 Januari 2019.
Dari pengamatan Sony, karakteristik permainan pemain tunggal putra di era saat ini telah mengalami perubahan. Peraih medali perunggu Olimpiade Athena 2004 itu menilai para pemain lebih mengandalkan kekuatan untuk menyerang. "Kalau dulu itu bermain panjang dan berbelok," kata dia.
Sony yang berhasil merebut dua medali perunggu di Asian Games 2006 dan 2010 menyebut para pemain saat ini mempunyai pukulan yang keras. Sekilas, kata dia, dari sisi strategi mereka bermain hati-hati agar lawan bisa terpancing. Namun justru dari permainan terlihat datar. "Dulu kan mainnya lebih ke taktik dan kekuatan reli," ucap Sony.
Di luar soal teknik, Sony berpesan kepada pemain muda agar bisa menjaga konsisten permainan di setiap turnamen. Satu hal yang menjadi perhatiannya agar konsistensi dapat dipertahankan ialah dengan menambah variasi permainan. "Pemain harus komplit (gaya permainannya). Jangan satu tipe saja," kata peraih medali perak dan perunggu di Kejuaraan Dunia 2007 dan 2009 itu.
Pasalnya, lanjut dia, setiap lawan yang dihadapi di tiap turnamen berbeda-beda. Belum lagi ada kendala faktor non teknis, seperti situasi di lapangan dan bola yang saat ini dirasa lebih ringan. Dengan kata lain, Sony Kurniawan menyebut, pemain harus bisa memadukan antara kekuatan dan kepintaran di Indonesia Masters.
ADITYA BUDIMAN