JPU mendalilkan barang bukti dimaksud dalam pasal tersebut berupa; 1. Sobekan-sobekan kertas yang berasal dari mesin penghancur kertas. 2. Barang-barang pribadi yang diambil dari ruangan pribadi terdakwa. 3. Laptop HP warna silver dan 4. DVR CCTV kantor PT Liga Indonesia.
“Dari semua uraian tersebut, ternyata sama sekali bertentangan dengan fakta persidangan, sehingga dapat kami sampaikan dalam analisa fakta dan analisa yuridis bahwa tidak ada satu pun dari empat barang bukti tersebut yang menjadi barang bukti dalam perkara lain, atau dalam perkara hukum manapun. Bahkan dalam tuntutannya, JPU sendiri menyatakan akan mengembalikan semua barang bukti tersebut kepada saksi-saksi dari mana masing-masing barang bukti tersebut disita. Dan sama sekali tidak ada satu pun yang dinyatakan statusnya dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk pembuktian dalam perkara lain. Jadi sudah clear bahwa pasal tersebut sama sekali tidak terbukti,” urai advokat asal Surabaya ini.
Meski tidak digunakan dalam tuntutan, tim PH terdakwa juga mengupas semua pasal dalam dakwaan JPU, sebagai keyakinan hukum bahwa memang tidak ada pasal dalam dakwaan yang dapat dikenakan kepada terdakwa. Apalagi ahli hukum pidana Prof. Eddy O.S. Hiariej dalam buku Prinsip-Prinsip Hukum Pidana telah mengupas tentang afwezigheid van alle schuld (Avas) atau tidak ada kesalahan sama sekali, merupakan alasan penghapus pidana, yang mana pelaku telah cukup berusaha untuk tidak melakukan delik. Avas ini juga disebut: sesat yang dapat dimaafkan.
“Avas ini dibedakan dalam dua kategori yaitu error factie dan error juris. Error factie merupakan salah satu kesesatan dalam kesengajaan yang juga disebut feitelijke dwaling atau kesesatan fakta, yakni suatu kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada salah satu unsur perbuatan pidana. Antara kesesatan fakta dan kesesatan hukum berlaku adagium regula est, juris quidem ignorantiam cuique nocere, facti vero ignorantiom non nocere. Artinya, kesesatan hukum tidak dapat membebaskan seseorang dari hukuman, namun tidak demikian dengan kesesatan fakta. Artinya jelas, kesesatan fakta termasuk dalam alasan penghapus pidana,” papar Mustofa.
Dalam permohonannya, tim PH terdakwa meminta kepada majelis hakim memutus dengan empat amar, yakni, 1.Menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam semua pasal yang tertera dalam dakwaan dan tuntutan JPU. 2. Menyatakan membebaskan Joko Driyono dari segala dakwaan dan tuntutan serta mengembalikan hak dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula. 3. Menyatakan segala barang bukti dalam perkara ini dikembalikan kepada yang berhak. 4. Membebankan biaya Perkara ini kepada Negara.
Usai pembacaan pledoi pengacara Joko Driyono itu, JPU Sigit Hendradi mengatakan akan mengajukan replik pada sidang lanjutan, yang diagendakan Senin (15/7). Hak JPU tersebut dikabulkan oleh majelis hakim.