TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) Nomor 3 Tahun 2005 beserta peraturan pelaksanaanya, yang mengkonstruksikan penataan lembaga keolahragaan dalam tatanan sistem hukum nasional dengan mengakomodasi prinsip self regulation organisasi keolahragaan yang menjadi anggota federasi internasional sesuai kecabangannya.
Dengan demikian, tidak terjadi benturan/konflik melainkan satu sama lain saling melengkapi dan harmonis dalam tatanan kerjasama guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan keolahragaan nasional sebagaimana termaktub dalam salah satu semangat konstitusi yang mewujudkan kesejahteraan masyakarat melalui penyelenggaraan olahraga sepak bola.
Hal itu disampaikan DR Yusuf Suparman, SH. LLM saat mempertahankan disertasi berjudul "Kewenangan Pemerintah dalam Penataan dan Pengembangan Induk Organisasi Cabang Olahraga Sepak Bola Indonesia Kaitannya dengan FIFA" di Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat, Jumat, 19 Juli 2019.
Menurut Yusuf, pemerintah harus memahami konteks Sports Law/ lex sportiva dalam proses revisi peraturan perundang-undangan terkait keolahragaan, agar kewenangan negara tak melampaui kedaulatan komunitas olah-raga. Karena, kolaborasi antara sistem hukum nasional dan sistem hukum komunitas akan mampu mencapai tujuan dua belah pihak (negara dan komunitas).
"Kedua sistem hukum ini harus saling melengkapi dan tidak saling meniadakan agar terselenggara kompetisi sepak bola profesional yang ideal di suatu negara,” kata Yusuf, Kabag Hukum dan Sistem Informatika di Kemenpora.
"Saat ini sedang berlangsung mekanisme untuk merevisi UU SKN Nomor 3 Tahun 2005. Mudah-mudahan UU SKN yang baru nanti dibangun dengan pendekatan hukum olahraga berdasar perspektif pluralisme hukum dan bukan perspektif hukum nasional semata," tambahnya.
Disertasi 'Kewenangan Pemerintah dalam Penataan dan Pengembangan Induk Organisasi Cabang Olahraga Sepak Bola Indonesia Kaitannya dengan FIFA' di bawah promotor Prof. Dr Ahmad Ramli, SH., MH.; Dr. Indra Perwira, SH., MH.; Dr. Idris, SH., MH itu dinyatakan lulus dengan yudisium sangat memuaskan.
Yang menarik diperbincangkan dalan tanya jawab seputar dalil-dalil yang ditemukan. Yaitu, 1. Pada hakikatnya olahraga merupakan miniatur kehidupan; 2. FIFA berupaya untuk menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui sepakbola dengan mengumandangkan slogan 'for game for the world'; 3. Kedaulatan Negara mengatasi kepentingan privat; 4. Hukum yang baik menyehatkan jiwa dan raga; 5. Profesionalitas pengelolaan olahraga meningkatkan kesejahteraan umum; 6. Menata olahraga menata bangsa; dan 7. Sportivitas karakter insan kamil.
Kehadiran pemerintah dalam mengembangkan olahraga sebagai industri juga jadi perdebatan dalam ujian promosi gelar doktor hukum olahraga Yusuf Suparman, yang menyinggung kepentingan FIFA dengan industri sepakbola yang tidak begitu nyaman manakala pemerintah ikut berperan.
Oleh karena itu, dalam perspektif global, adalah tepat PBB memprioritaskan pendidikan jasmani dan olahraga dalam MDG's untuk tahun 2000-2015 dan SDG's 2015-2030 dengan isu Sport for Development and Peace.
Mudah-mudahan dalam waktu dekat Indonesia dapat segera menggeser paradigma pembangunan olahraga dari Development of Sport menjadi Development through Sport.