TEMPO.CO, Jakarta - Senin ini, 9 September 2019 diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional (Haornas). Sejumlah rangkaian acara digelar untuk memperingati Haornas ke-36 yang digelar di Menara Pandang Siring Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Ada satu hal penting yang layak dicermati dari perayaan Haornas 2019, yakni mengenai esports. Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ingin mengawal esports sebagai salah satu cabang olahraga.
Di acara simposium bertajuk Interpretasi Esport dalam Wacana Keolahragaan Nasional, Deputi Pembudayaan Olah Raga Kemenpora Raden Isnanta mengatakan pekerjaan rumah terbesar saat ini ialah bagaimana mengkaji dan mengawal agar tidak terjadi malpraktik.
Raden berharap kehadiran esports diharapkan tidak mengganggu dimensi kesehatan sosial, psikologis atau dampak lainnya. "Ini barang baru dan kami harus menghadapi tantangan global karena faktanya esport ini digandrungi berjuta-juta orang." kata Raden mengutip Antara, Senin, 9 September 2019.
Salah satu pembicara simposium, Presiden Asosiasi Esport Indonesia (IESPA) Eddy Lim, mengatakan ada perbedaan antara esports dengan permainan video secara umum. Menurut dia, permainan video hanya untuk kesenangan sedangkan esports membutuhkan konsentrasi, kecepatan otak, dan reaksi.
Eddy menjelaskan, saat berlatih selama satu hingga dua jam, atlet esports membutuhkan keterampilan dan kondisi badan yang fit untuk menjaga konsentrasi. Ia menuturkan latihan fisik dan strategi menjadi makanan sehari-hari atlet esport. "Itu lah kenapa esports dijadikan olah raga dan diterima sebagai olah raga," kata Eddy.
Pembicara lainnya, Cempaka Thursina dari Divisi Neuropediatri, Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, mengatakan permainan video bisa melatih keterampilan motorik, koordinasi tangan dan mata, serta melatih penggunanya untuk berfikir kritis.
Namun ia mengingatkan hal itu jangan dilakukan berlebihan, yakni lebih dari 20 jam sepekan. Sebab, Cempaka menyatakan, permainan video bisa menimbulkan efek negatif seperti cedera, kecanduan, penggunaan obat-obatan stimulan dan sejumlah penyakit seperti gangguan kesehatan mata, degenerasi otot, sindrom metabolik hingga osteoporosis.
Oleh sebab itu, ia menyarankan atlet esports bermain game tidak lebih dari 20 jam per pekan. "Idealnya jangan lebih dari 20 jam per minggu. Karena kalau sudah lebih dari itu bisa dimasukkan ke dalam kriteria gaming disorder," kata Cempaka.
ANTARA