Apa perbedaan melatih atlet zaman dulu dengan atlet milenial?
Atlet sekarang lebih profesional. Tampaknya itu pengaruh dari kontrak. Karena dulu kontrak itu masuk ke PBSI secara keseluruhan. Sekarang sponsornya langsung ke pemain dan PBSI enggak ambil uang. Ini membuat pemain memiliki tanggung jawab lebih besar.
Selain profesionalisme karena kontrak, ada alasan lain?
Dulu latihan fisik jauh lebih berat dibanding sekarang. Kini metode latihan lebih banyak ke teknik. Dulu fisiknya harus kuat karena pakai sistem 15 poin. Sekarang rally point. Itu perbedaannya banyak banget. (Dalam sistem rally point, pemain yang sedang tidak memegang kendali servis bisa langsung memperoleh angka jika kok pukulannya masuk ke daerah lawan atau lawan berbuat kesalahan. Sistem yang diterapkan sejak Desember 2005 itu menggunakan format skor 3 x 21. Sistem rally point cukup signifikan dalam memangkas durasi pertandingan.)
Apa tantangan dalam melatih pemain milenial?
Yang pasti gadget. Kalau pemain dulu enggak ada media sosial, kita di lapangan cuma ngobrol. Sekarang, jika latihan tidak dijaga, mereka bisa pegang gadget. Kita sampai harus bikin aturan. Pemain zaman dulu memang jauh lebih bisa berfokus. Pengaruh dari media sosial itu luar biasa, bisa bikin performa pemain naik ataupun turun.
Herry IP. badmintonindonesia.org
Anda menjadi pelatih di pelatnas sejak 1993. Bagaimana pembibitan dulu sampai sekarang?
Dalam lima-tujuh tahun ke belakang, di Indonesia ada perubahan dengan diadakannya audisi beasiswa bulu tangkis. Animo masyarakat, terutama anak muda, sangat besar. Efeknya luar biasa. Dari audisi di Bandung, Purwokerto, Sumatera, dan kota-kota lain menjamur.
Pasokan bibit pemain menjadi lebih banyak?
Saya tidak tahu persis datanya, tapi sepertinya meningkat di atas 50 persen. Itu menjadi keuntungan pembibitan di Indonesia. Contohnya Kevin, yang merupakan hasil dari audisi 2007. Dengan adanya audisi ini, klub lain mulai mengikuti.
Ganda putra Indonesia terbilang paling moncer dan tak pernah kehabisan stok pemain. Mengapa sektor lain tidak bisa demikian?
Saya selalu memperhatikan regenerasi. Itu penting buat kita. Jangan selalu bertumpu pada satu pasang pemain. Misalkan sekarang Kevin/Gideon nomor satu dunia. Kita enggak perlu fokus ke mereka, mereka sudah jalan. Kita cari lagi pemain yang baru untuk kita siapkan. Saya sekarang sedang menyiapkan pasangan Fajar/Rian, permainan mereka masih naik-turun. Tapi di bawahnya harus disiapkan lagi. Istilahnya harus punya tiga lapis. Jadi regenerasi akan jalan terus.
Bagaimana caranya?
Setiap akhir tahun kan ada promosi dan degradasi. Pemain-pemain muda sudah saya naikin lagi. Harus selalu begitu, jadi regenerasi jangan sampai terlambat. Proses regenerasi itu butuh waktu.
Apakah regenerasi di sektor lain kurang berjalan dengan baik?
Kurang tahu juga. Sebenarnya sih ada, tapi tiap pelatih punya sistem. Itu yang mungkin masih belum berjalan atau sumber pemainnya masih terbatas.
(Wawancara lengkap bisa dibaca di Majalah Tempo edisi 25 November - 1 Desember 2019)