TEMPO.CO, Jakarta - Atlet tenis meja dari National Paralympic Committee (NPC), Kusnanto, bergabung ke pelatnas tenis meja sejak Juli 2017. Ia bersyukur bisa menjadi atlet karena bisa mendapatkan kesempatan berkunjung ke beberapa negara.
"Sekarang sering luar negeri. Kemarin, alhamdulillah bikin kejutan di Belanda Open dapat emas dari nomor beregu," kata Kusnanto saat ditemui di pelatnas tenis meja, Hartono Trade Centre, Solo, Kamis, 19 Desember 2019.
Prestasi terbaik yang diraih Kusnanto adalah menyabet perak dari nomor ganda di Asian Para Games 2018 di Jakarta. Ia pun berkeinginan bisa memberikan kebanggaan bagi Indonesia dengan menyumbang medali emas di ASEAN Para Games 2020 di Filipina yang berlangsung 14-25 Januari 2020.
"Saya enggak ditargetkan oleh NPC tapi saya pribadi ingin dapet emas di kelas saya, kelas 9," ujarnya.
Di ASEAN Para Games 2020, Kusnanto menuturkan, cabang tenis meja yang diperlombakan hanya tenis dengan ragam disabilitas kekurangan fisik. Menurut Kusnanto, pada kategori tuna daksa terdapat kelas 1 sampai kelas 10.
"Dilihat dari kecacatan dari disabilitasnya 1 itu parah semakin ke atas semakin mendekati normal, kelas 9, di tangan," kata dia.
Kusnanto bercerita untuk kelas 9 yang diikutinya tidak terlalu mengalami kesulitan. ,"Alhamdulillah enggak ada kesulitan karena saya kelas 9 ya kesulitannya hanya 10 persen aja sih," kata dia.
Sebelum bergabung di pelatnas NPC, Kusnanto sudah bermain tenis meja sejak kelas 5 SD. Sejak kelas 1 SMP, ia sempat bergabung dengan klub tenis meja sampai dengan kuliah. Saat itu dia berlatih dengan atket normal.
"Jadi enggak tahu ada yang untuk disabilitas, ternyata ada, ikut kejuaraan yang normal di Tangerang, terus ada yang ngasih tahu mulai lah masuk, 2017 ke spanyol untuk klasifikasi," kata dia.
Ia menuturkan, setiap hari berlatih dari pukul 08.00-14.00. Satu jam, pukul 12.00-13.00, kata dia, waktu untuk istirahat.
"Latihan lagi pukul 13.00-14.00, malem juga ada latihan tambahan," kata dia menjelaskan jadwal latihan.
Selama menjadi atlet, Kusnanto sering mengalami titik jenuh saat menjalani latihan. Untuk mengusir kejenuhan, ia biasanya menonton film. Bagi dia, cara itu ampuh untuk mengusir rasa jenuh.
"Semangat kembali jika ingat orang tua berdoa, intinya ingat orang tua kita yang memperjuangin dari dulu untuk jadi atlet," kata dia.
Kusnanto bersyukur orang tuanya memasukkannya ke sekolah tenis sehingga bisa menjadi atlet. "Saya juga enggak ngira jadi atlet. Saya akhirnya bisa jadi PNS di Kemenpora, saya bisa keliling dunia," kata dia.
IRSYAN HASYIM