Ia mempunyai ritual khusus menjelang bertanding.
Dia terduduk lunglai. Secuil berita baru saja menghantam Fibriani Ratna Marita. Hati jawara renang ini pecah berkeping-keping. Matanya memandang daftar atlet dengan tatapan tidak percaya. Benar, namanya tak ada dalam daftar atlet yang dikirim ke Olimpiade Beijing 2008.
Hatinya semakin tak keruan, antara sedih bercampur kesal, ketika dia membaca sebuah berita di koran bahwa Afi Noviandari, pesaing terberatnya, lebih dijagokan untuk tampil.
Kala itu langit memang serasa runtuh bagi Febi--sapaan akrabnya. Tapi, dia bukanlah perempuan yang mudah kalah. Tiga bulan ia memaksa diri menyantap latihan keras. Hasilnya mencengangkan. Febi ditunjuk mewakili Indonesia bertarung bersama para perenang dunia lainnya di Olimpiade pada Agustus mendatang.
Febi, kata Lukman Niode, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PRSI, terpilih karena grafik performanya terus menanjak setahun ini, termasuk penampilannya yang memecahkan rekor di PON Kalimantan Timur bulan lalu. Dia tampil pada nomor 200 meter gaya ganti perorangan untuk kelompok umur III (11 sampai 12 tahun).
"Selain itu, dia memiliki pengalaman tampil di ajang internasional," kata Lukman beberapa waktu lalu. Tahun lalu, Febi juga mendapat kesempatan tampil membela tim Merah-Putih di arena SEA Games Thailand.
Siapa mengira kabar baik itu akhirnya datang kepada Febi. "Saya benar-benar kaget saat dipanggil latihan untuk ke Beijing," ujar Febi ketika ditemui di Wisma Pelci Simprug, Jakarta, Kamis lalu.
Terpilih berlaga di Beijing membuat Febi harus kembali ke Jakarta dan berlatih di kolam renang Pertamina, Simprug, setelah mengikuti PON. Kali ini ia ditangani pelatih asal Hong Kong, Herbert Yu.
Di Olimpiade, Febi akan bertarung di nomor 200 meter gaya ganti perorangan. Ia akan mencoba peruntungan bersama perenang putra, Doni B. Utomo, yang turun di nomor 200 meter gaya kupu-kupu.
Herbert menilai perkembangan Febi cukup bagus. "Dalam satu minggu ini penampilannya sangat baik," ujar Herbert.
Target Febi di Beijing nanti tak muluk-muluk. Apalagi ini adalah pengalaman pertamanya di Olimpiade. "Sebisa mungkin memecahkan rekor nasional," kata putri Marsono dan Sri Endah Retnowati itu, yang memiliki catatan waktu terbaik 2 menit 22,31 detik.
Rencana kepergian Febi ke Beijing ternyata juga membikin "heboh" keluarganya. Dia ternyata butuh teman di Jakarta. "Saya perlu ditemani karena sekarang latihannya hanya berdua dengan Doni. Saya juga takut sendirian," kata Febi. Beruntung, kakaknya, Mirza Ratna Malita, sukarela menemaninya.
Mirza bercerita bagaimana Febi sempat putus asa karena tak terpilih untuk tampil di Olimpiade. "Dia sempat down waktu itu. Tapi Mama bisa memberi pengertian," kata Mirza. Salah satu pesan ibunya setiap menelepon adalah "tetap rajin salat".
Sedangkan sang ayah lebih mengingatkan Febi untuk menjaga pola makannya saat di Beijing. "Saya diminta tak rakus makan supaya nggak jadi gendut," kata gadis pencinta berat ayam panggang Pak No Malang ini.
***
Dunia renang dikenal Febi sejak berusia 4 tahun. Ayahnya yang guru di sekolah swasta sekaligus pelatih renang itu adalah pembimbing Febi kecil di kolam renang. Padahal, awalnya Febi takut dengan air. "Dia sering diajak latihan."
Ketika ditanya sampai kapan dia akan terus menggeluti dunia renang, Febi mengaku tidak tahu. "Pokoknya, sekarang ini aku berenang terus. Bagaimana nantinya aku belum pikirkan."
Sehari-hari gadis ini bergaya cuek dan tomboi. Namun, bila sudah menjelang pertandingan, dia memiliki ritual khusus. Dia akan duduk menyendiri dan sebuah headset, yang melantunkan irama rock atau RnB, menempel di kupingnya.
"Semua yang kenal dia pasti sudah tahu itu, jadi sebaiknya jangan diajak bicara," kata Mirza. Ia menambahkan, jika ada yang mendekatinya, pasti bakal mendapatkan tatapan sinis. "Memang sebaiknya didiamkan saja."
Bagi Febi, itulah cara yang ia pilih untuk bersiap dan berkonsentrasi sebelum pertandingan. "Saya memasang penutup kuping yang besar supaya jangan ada yang bisa mengajak saya ngobrol," katanya.
Meski terkesan angkuh, cara itulah yang membuat Febi mampu memboyong banyak medali. Medali pertama yang direbutnya adalah ketika mengikuti Pekan Olahraga dan Seni di Banyuwangi. Saat itu Febi masih duduk di kelas I sekolah dasar.
Jadwal latihan dan pertandingan yang cukup padat membuat Febi jarang pulang ke kota kelahirannya, Malang. "Lebih sering di Jakarta," katanya. Namun, dia mengaku tak akan pernah mau pindah dan tinggal di Jakarta.
Bagi Febi, hidup di Jakarta ongkosnya sangat mahal, berbeda dengan di daerah rumahnya di Kota Malang. "Bagaimanapun di Malang lebih enak." Itu pula yang membuatnya tak ingin pindah sekolah ke Jakarta.
Untuk saat ini, walau dia belajar di SMP Negeri 11 Jakarta, namanya tetap tercatat sebagai siswi SMPN 8 Malang. Dia juga tak berencana melanjutkan sekolah di Ragunan, "Nggak ah, lebih enak sekolah di Malang," kata siswi kelas III ini.
Saat ditanya mengenai perkembangan sekolahnya, Febi hanya tersenyum. Sekolah tetap dijalaninya seperti biasa. Tapi, menjelang Olimpiade, dia berlatih pagi hari selama dua jam, dari pukul 04.30 sampai 06.30 WIB. "Biasanya setelah latihan langsung ke sekolah dan pulang sekolah sudah harus berlatih lagi," katanya.
Perjuangan Febi masih panjang. Prestasinya masih ditunggu di ujung kolam renang di Beijing.
EZTHER LASTANIA