TEMPO Interaktif, Jakarta:Dunia olahraga Indonesia kembali kehilangan tokoh besar. Mantan atlet panahan era 1980-an, Donald Pandiangan tutup usia dalam usia 62 tahun, di RS M.H. Thamrin Jakarta Pusat akibat serangan stroke pada pukul 07.00 WIB.
Donald mendapatkan serangan stroke sejak tiga hari yang lalu. Sejak itu atlet yang dikenal sebagai Robin Hood Indonesia ini berada dalam perawatan di ruang I.C.U RS Thamrin. Dalam perawatan tim dokter menemukan gangguan pada ginjal dan otak Donald. Di mata keluarga, para kolega, dan anak asuhnya, Donald Pandiangan terkenal sebagai sosok yang tegas dan disiplin.
Teman lama Donald mantan Sekretaris Jenderal PB Persatuan Panahan Seluruh Indonesia Udi Harsono menilai sebagai atlet, Donald sangat gemilang. "Sayang sekali dia terlambat masuk cabang panahan, jika dia masuk lebih awal pasti prestasinya bisa lebih tinggi," kata Udi yang telah mengenal Donald sejak awal tahun 1970 ini.
Udi menilai Donald pribadi yang keras dan penuh disiplin tinggi. "Bahkan dia yang menyusun program latihan untuk dirinya sendiri dalam berlatih," katanya. Tak mengherankan jika Robin Hood Indonesia ini bisa mempunyai kesempatan unjuk gigi di Olimpiade Montreal 1976. Pria kelahiran Sidikalang 62 tahun yang lalu ini bersama seorang rekannya Leane Suniar berlaga di sana. Donald berhasil mencapai peringkat 16 dunia. Sedangkan Leane mencapai peringkat 11 dunia.
Di mata anak asuhnya, Donald terkenal sebagai pelatih yang keras. Indrie H.P Koentjoro - yang juga merasakan sistem kepelatihan Donald, merasa di lain sisi Donald adalah sosok yang kontroversial. "Jika kita tidak terlalu kenal pasti kita merasa dia orang yang terlalu keras," katanya mengenang.
Meski Indrie tidak resmi terjun menjadi atlet, namun dia sering memberikan bantuan bagi Donald saat dia menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PERPANI. "Seringkali orang salah menafsirkan perkataan dia dan menjadi sakit hati, padahal itu sudah menjadi sifatnya dan itulah yang sering mengundang kontroversi," katanya.
Kontroversi juga sempat terjadi saat Donald melatih atlet-atlet panahan di Singapura sejak awal tahun 2005 lalu. Menurut Indrie, hal itu dilakukannya sebagai reaksi atas keputusan Komite Olahraga Nasional Indonesia yang menginginkan Donald tak lagi menjabat kepala pelatih pelatnas. "Mungkin itu sebagai ungkapan sakit hatinya," katanya.
Padahal, berkat asuhan Donald Pandingan, Trio Srikandi Indonesia Lilies Handayani, Nurfitriana dan Kusumawardhani meraih perak di Olimpiade Seoul 1988. Lilies pun menyempatkan diri untuk menjenguk sang pelatihnya beberapa kali. "Dia (Lilies) sempat datang kemarin untuk menjenguk dan pagi tadi langsung juga datang lagi," kata kerabat Donald.
Donald meninggalkan seorang isteri, Paulina Saune, dan empat orang anak. Ola - panggilan sang istri, menyatakan kondisi Donald telah menurun dalam beberapa bulan terakhir. "Kondisinya memang agak menurun dalam tiga bulan ini, namun tetap saja dia sibuk dalam urusan panahan ini, terakhir dia sibuk saat menjelang Olimpiade," katanya.
Sampai Rabu (20/8) sore ini jenazah Donald Pandiangan disemayamkan di Rumah Duka PGI Cikini. Jenazah akan dimakamkan Kamis (21/8) siang di Taman Pemakaman Umum Pondok Rangon Jakarta Timur. Sekretaris Jenderal PB PERPANI Djati Waluyo menyatakan bahwa Indonesia telah kehilangan tokoh olahraga besarnya. "Pak Donald dan panahan memang sesuatu yang tidak pernah dapat dipisahkan, dan sampai sekarang belum ada sosok yang mampu menggantikan beliau," katanya.
Ezther Lastania