TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali mengatakan tidak perlu menanggapi tudingan Taufik Hdayat bahwa lembaga yang dipimpinnya menjadi sarang korupsi.
"Saya nggak mau nanggapi tapi membuktikan dengan apa yang saya lalukan sekarang di Kantor Kemenpora," kata Zainudin kepada Tempo. Selasa, 12 Mei 2020.
Tuduhan banyaknya praktek culas di Kemenpora dikemukakan oleh Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) Periode 2016-2017 Taufik Hidayat dalam wawancara podcast dengan Deddy Corbuzier.
Menteri kelahiran Gorontalo ini menjabarkan beberapa pembenahan yang dilakukan sejak menjabat Oktober 2019. Ia menetapkan program prioritas paling pertama yakni perbaikan tata kelola organisasi.
"Membuat komunikasi dengan pihak eksternal yang terbuka," ucap dia menjelaskan perbaikan manajemen yang dilakukan di Kemenpora.
Selanjutnya, kata dia, bantuan dana kepada cabang olahraga berupa penandatanganan nota kesepakatan harus dihadiri oleh Ketua Umum dan disaksikan oleh media.
Zainudin pun membatasi kunjungan ke ruangannya. "Untuk ke ruang menteri sangat ketat kalau tidak ada janji, tidak bisa naik walaupun itu kenalan atau teman," ungkap dia.
Ia juga menghilangkan kursi yang berada di lobi lantai 1 Kemenpora. Menurut dia, kursi itu selama ini digunakan oleh para perantara untuk bernegosiasi menjalankan praktek rasuah.
"Nilai reformasi birokrasi naik, saat saya masuk di posisi 60, sekarang sudah di posisi 65. Target saya sampai nilai 80," ujar Zainudin.
Kepatuhan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pejabat Kemenpora, kata dia telah meningkat menjadi 99,46 persen. Padahal sebelumnya hanya berkisar pada angka 50-60 persen. "Itulah upaya-upaya yang saya lakukan untuk membenahi tata kelola di Kantor Kemenpora," kata dia.
Sebelumnya, Taufik Hidayat mencontohkan korupsi yang terjadi di Kemenpora saat ia menjabat sebagai Wakil Kepala Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016-2017 itu.
Ia mencontohkan masalah akomodasi bagi atlet. "Ada 500 atlet Pelatnas disewakan di hotel. Misalnya harga sewa per kamar Rp 500 ribu. Kalau kita masukin orang banyak ke hotel kan suka dapat diskon. Itu dikalikan sebulan. Berapa coba. Makanya mereka enak, jadi PNS di Jakarta, punya rumah punya mobil punya cicilan berapa. Ini yang gue rasain, gue lihat, cuma gak ada bukti, dengan omongan doang, siapa yang akan percaya."
"Kenapa gak terlihat di KPK. Gak tahu deh, kan semua butuh bukti," kata Taufik Hidayat, peraih medali emas Olimpiade 2004 di Athena.
IRSYAN HASYIM