TEMPO.CO, Jakarta - Atlet angkat besi Indonesia, Eko Yuli Irawan, mengatakan tidak terlalu memikirkan dugaan kasus korupsi dan manipulasi hasil tes doping atau tes pemakaian obat terlarang yang menyeret mantan Presiden Federasi Angkat Berat Internasional (IWF) Tamas Ajan. Sebagai atlet, Eko hanya fokus untuk berlatih dan bertanding.
"Kalau atlet tahunya hanya bertanding dan latihan, lagi pula di posisi selama ini semua angkatan kita tidak dirugikan, itu wasit yang atur," kata Eko saat dihubungi Tempo, Senin, 8 Juni 2020.
Terkait manipulasi hasil doping beberapa di kejuaraan dunia maupun olimpiade, atlet berusia 30 tahun ini menyerahkan sepenuhnya urusan kepada Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, dan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSSI).
Hal itu karena yang menjadi perwakilan atlet dalam rapat teknis menjelang pertandingan diurus oleh Manajer Timnas Alamsyah Wijaya sebagai perwakilan PABBSI. Namun, Eko berharap terkuaknya kasus dugaan korupsi dan manipulasi hasil tes doping di IWF bisa membuat olahraga ini lebih adil lagi. "Kita juga di olahraga ini sudah belasan tahun, tidak gampang cari prestasi tinggi tanpa doping," ungkap dia.
Peraih medali perak Olimpiade 2016 ini menyebutkan timnas Indonesia selalu siap jika harus dilakukan tes doping di setiap pertandingan. Walaupun, kata dia, lifter putri Indonesia yakni Acchedya Jaggadhita pernah dinyatakan positif setelah pemeriksaan sampel A terbukti mengadung zat yang dilarang oleh badan antidoing dunia. "Itu kan bukan disuruh PB (pengurus besar) harus pakai. Itu kan tidak mungkin kenalan si atlet atau kerabat saja yang memberikan, hanya itu," ujar Eko.
Atlet kelahiran Lampung ini juga mempersilahkan jika badan antidoping kembali memeriksa sampel B milik para
atlet yang berlaga di Olimpiade 2012 dan 2016. Menurut dia, kemungkinan ada negara yang yang meraih emas yang gagal melalui tes doping jika dilakukan pemeriksaan ulang. Kalau hal itu terjadi bisa jadi perubahan peringkat seperti yang yang dialami Lisa Rumbawes yang awalnya peringkat keempat Olimpiade 2018, akhir meraih medali perunggu. Hal itu karena atler Cina terbukti doping pada Olimpiade Beijing. "Tapi saya tidak mau ke sana, kita fokus saja bertanding untuk Olimpiade 2020 Tokyo," katanya.
Sebelumnya, tim investigas independen pimpinan Richard McLaren menguatkan temuan stasiun televisi Jerman, ARD, perihal skandal korupsi di badan angkat besi dunia IWF. Dalam laporan jurnalisme investigasi itu dilaporkan uang jutaan dolar Amerika telah hilang dan 40 kasus doping positif ditutup-tutupi oleh Tamas Ajan.
IRSYAN HASYIM