TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Liga Bola Basket Indonesia (IBL) Junas Miradiarsyah mengatakan tengah mengupayakan agar kewajiban tes usap reaksi rantai polimerase (PCR) sebagai syarat melanjutkan kompetisi musim 2020 bisa ditanggung oleh pihak swasta.
Menurut Junas, upaya tersebut dilakukan untuk mengurangi konsekuensi biaya yang mesti ditanggung baik oleh penyelenggara maupun klub. Apalagi skenario liga musim ini yang direncanakan digelar secara tertutup juga telah membuat IBL harus kehilangan pemasukan dari tiket penonton.
"Kami harapkan apabila ada pihak baik pemerintah ataupun swasta yang bisa mendukung bisa lebih bagus lagi. Kami masih berupaya buka komunikasi dengan pihak-pihak yang mempunyai fasilitas (tes PCR) tersebut," kata Junas seperti dikutip Antara, Kamis.
PP Perbasi dalam panduannya memang mewajibkan para pemain, ofisial, dan staf yang terlibat di IBL 2020 untuk melakukan tes PCR. Tes tersebut dilakukan sebelum kompetisi dimulai dan berkala selama sepekan saat liga sedang berlangsung.
Sementara manajemen IBL hanya akan menanggung biaya penyelenggaraan sehingga tes sepenuhnya harus ditanggung sepenuhnya oleh klub.
Jumlah yang harus dikeluarkan klub untuk tes PCR bisa dibilang cukup mahal. Misalnya, klub harus mengetes sekitar 20 termasuk pemain dan ofisial dengan asumsi sekali tes membutuhkan Rp 2 juta, maka klub harus mengeluarkan Rp 40 juta hanya untuk sekali berlaga.
Jumlah tersebut akan bertambah dengan liga yang akan berlangsung sebulan mulai dari babak playoff hingga final.
Biaya tersebut sempat dikeluhkan oleh pemilik klub Louvre Surabaya, Erick Herlangga. Ia menyatakan keberatan apabila harus mengeluarkan ongkos sebesar itu di saat bersamaan, kondisi keuangan klub tidak stabil akibat kompetisi yang terhenti.
"Untuk tes PCR saya kita berat. Kalau rapid test kami masih sanggup," kata Erick, 17 Juni.
Namun Junas mengatakan pihaknya akan kembali menggelar rapat bersama klub-klub peserta untuk membahas masalah tersebut.
"Kami akan berbicara bersama klub. Kami saat ini masih mengumpulkan informasi," kata dia.