Bukan hanya pelatih, atlet bulu tangkis merasakan dampak pandemi. Tidak adanya kompetisi membuat kesempatan atlet mendapat bonus jadi tertutup. Secara otomatis ikut mengurangi penghasilan yang didapatkan.
Namun, kondisi itu tidak menyurutkan semangat solidaritas dari mereka. Ketika awal pandemi, pemain bulu tangkis Nadya Melati menyulap akun Instagram-nya menjadi balai lelang. Pada 20 - 26 April 2020, atlet spesialis ganda putri ini memasarkan barang milik para penghuni pemusatan latihan nasional (Pelatnas) Cipayung, untuk mengumpulkan dana demi menanggulangi virus corona.
"Total terkumpul dana Rp 33,7 juta yang bakal didonasikan untuk pembelian APD (alat pelindung diri) bagi perawat yang menangani pasien Covid-19," kata Nadya kepada Tempo, 4 Mei 2020.
Ia menyebutkan jersey milik Muhammad Rian Ardianto dan raket Greysia Polii menjadi properti lelang paling diminati. Raket Greysia laku Rp 5,25 juta, sementara seragam Rian dihargai sebesar Rp 2,5 juta.
Lelang berlangsung secara live di Instagram. Saat lelang, beberapa tenaga medis juga ikut berkomentar berharap mendapat bantuan berupa masker dan baju hazmat.
Hasil donasi bakal disalurkan ke Rumah Sakit Adhyaksa Jakarta Timur, RSUD Pasar Minggu, dan RSUD Bekasi. "Saya sih penginnya mau bantu semua, tapi ternyata APD itu mahal, jadi masih mau lelang lagi," ujar atlet klub Pertamina Fastron ini.
Vita Marissa dan Nadya Melati. TEMPO/ Amston Probel
Meski tak lagi berada di Pelatnas, mantan pasangan Vita Marissa ini masih menghubungi rekan-rekannya yang lain untuk bisa berdonasi. Ia mengatakan masih bakal membuka lelang lagi.
Lelang berikutnya, kata Nadya, jersey pemain ganda putra peringkat dua dunia, Mohamad Ahsan. "Nanti setelah lelang punya Ahsan, baru sumbangannya disalurkan," kata dia. Selain mendapatkan donasi barang dari atlet Pelatnas Cipayung. Nadya juga menerima sumbangan dari peraih medali emas Olimpiade 2016, Liliyana Natsir.
"Saya lebih senang jika amanah dari teman pemain ini bisa berguna bagi rumah sakit yang membutuhkan," ujar perempuan kelahiran 2 Desember 1986 ini.
Ketua Masyarakat Pemerhati Bulu Tangkis Indonesia (MPBI), Kurniadi menilai banyaknya bantuan dari atlet bulu tangkis untuk tenaga kesehatan, selama pandemi merupakan bentuk kepedulian pada masa krisis untuk tenaga kesehatan.
Menurut dia, para atlet dan pelatih juga terdampak. Ia pun berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan para pelaku olahraga yang mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk dunia bulu tangkis.
Kurniadi menuturkan ada sekitar 50 ribu orang yang menggantungkan hidup dari pembinaan pebulu tangkis muda di berbagai klub seluruh Indonesia. Sekitar 10 ribu merupakan pelatih yang berasal dari klub kecil. "Mereka dibayar berdasarkan iuran dari anggota klub yang dilatih. Karena pandemi belum tahu kapan kelar, seharusnya pemerintah memberikan insentif kepada mereka," kata Kurniadi.
MPBI ikut mendukung program pemberian paket kesehatan berupa masker, hand sanitizer, suplemen, dan sabun cuci tangan yang digagas oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk para atlet.
Menurut Kurniadi, upaya Kemenpora memberikan bantuan itu harus diikuti dengan membuka informasi perihal penyalurannya. Ia menyebutkan tiga hal penting yang harus diketahui publik yakni jumlah anggaran, sebaran atlet penerima dan mekanisme pemberiannya.
"Kita ingin Kemenpora terbuka soal anggaran agar jika ada 'tikus-tikus', bisa dideteksi di pos-pos apa saja kira-kira mereka makan 'kuenya' dan mudah-mudahan bisa terbukti bahwa dalam program ini bebas dari tikus," ujar dia.
Kurniadi juga meminta informasi atlet yang menerima bantuan bisa diketahui oleh publik untuk memudahkan pengawasan. Ia memberi contoh data yang krusial itu seperti atlet dari cabang olahraga mana saja, jumlah atlet, serta penyaluran bantuan ke daerah mana saja.
"Sebagai gambaran saja, jika kita pakai data dari PBSI, maka jumlah atlet bulu tangkis ada sekitar 33 ribu orang lebih. Berapa di cabor (cabang olahraga) lain dan ingat bahwa setiap klub itu punya pelatih dan ofisial yang juga butuh," kata dia.
Selanjutnya, ia menyoroti cakupan wilayah yang menjadi lokasi penyaluran bantuan kesehatan kepada atlet. Kurniadi mempertanyakan mekanisme pemberian bantuan bagi atlet yang berada di luar Pulau Jawa serta wilayah yang jauh dari ibu kota provinsi dan kabupaten.
"Haruskah mereka mendapat paket seharga 50 ribu rupiah atau 100 ribu rupiah, harus melajukan perjalanan yang memakan ongkos puluhan ribu?" kata dia.
MPBI, menurut dia, mendorong Kemenpora untuk lebih memprioritaskan program perang melawan pandemi Covid-19 dengan memberikan bantuan kebutuhan pokok terutama sembako, kepada stakeholder keolahragaan terutama para pelatih olahraga yang selama ini hidupnya bersandar dari iuran orang tua murid. Selama ini penghasilan mereka banyak yang tidak sampai atau sebesar upah minimum regional (UMR) sehingga tidak punya tabungan.
"Mereka dalam kategori itu saat ini tidak punya penghasilan karena banyak GOR ditutup dan dilarang tetap mengadakan acara pelatihan, apa iya akan dibiarkan mereka untuk survive harus terus keluar rumah memaksakan murid-muridnya latihan agar orang tuanya tetap bayar iuran," kata Kurniadi, menjelaskan kondisi para pelatih yang terkena dampak pandemi.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali menjamin pendistribusian bantuan penanganan pandemi Covid-19 dilakukan dengan transparan dan tepat sasaran.