TEMPO.CO, Jakarta - Misteri kematian Diego Maradona pada akhir November lalu sedikit demi sedikit mulai terbuka. Hasil uji toksikologi terakhir menyebutkan bahwa legenda sepak bola Argentina itu besih dari alkohol maupun narkoba dalam beberapa hari menjelang kematiannya.
Maradona yang meninggal pada 25 November diketahui mengkonsumsi tujuh jenis obat-obatan untuk mengobati depresi, kecemasan dan penyakit lain.
"Tetapi Tidak ada obat-obatan (ilegal)," kata seorang pejabat pengadilan kepada Reuters.
Hasil otopsi terhadap sampel darah dan urine Maradona yang dirilis Divisi Sains Kepolisian Buenos Aires menyatakan bahwa mendiang mengalami masalah di ginjal, liver dan paru-parunya.
Penyelidikan tengah dilakukan terhadap berbagai aspek kematian Maradona yang mengguncang Argentina dan masyarakat sepak bola dunia serta belum mengesampingkan kematian diakibatkan kesalahan manusia.
Otopsi lebih rinci ini mengkonfirmasi hasil otopsi awal yang dirilis setelah kematian mantan bintang Boca Juniors dan Napoli itu yang dinyatakan meninggal karena "edema paru akut sekunder akibat gagal jantung kronis yang diperburuk kardiomiopati dilatasi."
Sebelumnya kematian Diego Maradona menjadi kontroversi. Ada dugaan dia meninggal karena malpraktek setelah menjalani operasi untuk mengeluarkan darah di bagian otaknya pada awal November. Selain itu, ada juga dugaan bahwa Maradona meninggal karena kebiasaannya menegak minuman beralkohol serta mengkonsumsi narkoba.
Meskipun penyebab kematiannya kini semakin terang, ada masalah lain yang ditinggalkan pahlawan Timnas Argentina di Piala Dunia 1986 itu. Masalah itu adalah terkait warisan setelah sejumlah orang mengaku sebagai anak biologis dari Diego Maradona.
Pengadilan Argentina pun dikabarkan telah memerintahkan jasad Diego Maradona untuk diawetkan demi dilakukan uji DNA terkait klaim para keturunan Maradona tersebut.