Mimpi Menambah Pemasukan
Mereka sendiri berharap ada sistem kompetisi yang memastikan aliran pemasukan keuangan tak terganggu oleh performa tim, khususnya Liga Champions, yang menjadi sumber pemasukan besar bagi klub-klub Eropa. Dan memang tidak tampil dalam Liga Champions sama artinya kehilangan pemasukan besar yang bisa membuat pemilik klub tak nyaman.
Manchester United bahkan terlempar dari tiga klub paling makmur di dunia. Dan ini sebagian gara-gara tak begitu sukses dalam menapaki Liga Champions belakangan tahun ini.
Mereka merasa membutuhkan sistem baru untuk meniadakan ketidakpastian sampai kemudian Perez datang membawa proposal Liga Super Eropa.
Skema ini berpotensi memastikan sirnanya ketidakpastian karena klub-klub pendiri selamanya tak akan tercampakkan karena kompetisi ini tak mengenal degradasi atau promosi seperti dikenal dalam kompetisi sepakbola Eropa saat ini.
Skema itu mirip dengan liga-liga olahraga profesional AS seperti Major League Baseball (MLB), National Basketball Association (NBA), dan National Football League (NFL) yang menarik perhatian para pemilik 12 klub Liga Super Eropa karena sistem ini memastikan stabilitas aliran revenue dan keamanan investasi.
Dalam sistem itu, jika Arsenal kalah terus, keuangan Arsenal tak akan jatuh. Dalam kata lain, neraca keuangan tak terpengaruh oleh naik turun prestasi di lapangan hijau.
Situasi itu kebalikan dari Liga Champions. misal, jika Liverpool tidak lolos Liga Champions musim ini, maka pendapatan The Reds musim depan tergerus yang akhirnya bisa merusak aliran laba kepada pemilik dan mengganggu kelancaran investasi.
Sebelum menguap dalam waktu 50 jam karena ditentang otoritas sepak bola internasional, otoritas liga domestik, berbagai pemerintahan, penggemar, pemain dan pelatih, Liga Super Eropa hampir saja terlaksana.
Jadwal kickoff bahkan sudah dipasang Agustus tahun ini. Mereka juga sudah menghubungi Amazon, Facebook, Disney, dan Sky untuk negosiasi hak siar. Dan yang tak kalah penting mereka siap membentuk sebuah perusahaan pengelola Liga Super Eropa yang sahamnya dimiliki oleh ke-12 klub itu, plus tiga lainnya yang tetap kosong karena Paris Saint Germain, Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund menentangnya.
Ke-12 klub kemudian bakal meminjam miliaran dolar AS dari bank yang memahami skema kompetisi model ini, selain memiliki reputasi dalam kompetisi olahraga dan “mengenal betul” para pencetus liga ini.
Pilihan lalu jatuh kepada JPMorgan Chase, bank terbesar Amerika Serikat yang biasa terlibat dalam liga-liga olahraga di AS dan mengelola asset 3 triliun dolar AS (Rp43.626 triliun) dengan bidang usaha merentang dari pendanaan ritel sampai investasi dan korporat.
Selanjutnya: Titik Temu: Kapitalisme Ala Amerika