“Sungguh luar biasa bagaimana kami melakukannya dalam waktu yang singkat. Begitu banyak sukses yang kami raih di tur turnamen ATP (Asosiasi Tenis Putra) maupun WTA (Asosiasi Tenis Wanita),” kata Djokovic setelah menjuarai Masters Cup berhadiah total US$ 4,45 juta (Rp 51,7 miliar) di Shanghai, Cina, Minggu lalu.
Di final, ia mengalahkan pemain Rusia, Nikolay Davydenko, 6-1, 7-5. Sebelum partai final tunggal itu, ganda putra dari Serbia, Nenad Zimonjic dan pemain kelahiran Beograd, Daneil Nestor juga sukses merebut gelar juara.
Sedangkan di bagian putri, pemain Serbia, Jelena Jankovic, mengakhiri kompetisi WTA tahun ini dengan mempertahankan posisinya sebagai peringkat pertama dunia. Jankovic meneruskan sukses rekan senegaranya, Ana Ivanovic, yang lebih dulu menjadi ratu tenis dunia setelah memenangi Prancis Terbuka dalam tahun ini. Sepuluh tahun lalu tidak terbayangkan para pemain Serbia bisa mendominasi seperti sekarang ini.
“Aku pikir para pemain Serbia sedang berusaha untuk menjadi pemain nomor satu (dunia). Jadi aku juga akan mengejarnya,” kata Djokovic yang meraih gelar seri grand salam pertamanya di Australia Terbuka pada awal tahun ini.
Tapi, Djokovic tidak bisa menjelaskan secara pasti resep keberhasilan para petenis Serbia mendominasi kompetisi tahun ini. “Mustahil untuk menjelaskannya karena semua pemain punya gaya berbeda-beda. Semuanya berjuang dengan cara masing-masing. Mungkin, fakta bahwa kami tidak memiliki kondisi yang terbaik, memberi tambahan motivasi buat kami untuk meraih sukses,” petenis kelahiran Beograd, 21 tahun lalu itu, melanjutkan.
Juara Australia Terbuka itu juga membenarkan kalau Serbia bakal menggelar turnamen putra profesional yang pertama pada Mei mendatang, setelah keluarganya membeli hak penyelenggaraan dari Belanda Terbuka. “Ini adalah salah satu target utama dari negara kami dan tentu saja buat diriku, semua pemain (Serbia), dan federasi (tenis) kami. Aku pikir kami layak mendapatkannya,” katanya.
“Kami berjuang untuk itu. Sebab tidak mudah mendapatkan (hal penyelenggaraan) turnamen pada masa sekarang. Jadwal (dari ATP) sudah tersusun. Ada banyak kota besar sesang menunggu untuk bisa menggelar tur turnamen ATP atau turnamen WTA,” Djokovic melanjutkan.
Serbia meraih suksesnya di tenis dalam waktu yang tergolong singkat, setelah mereka mengalami kekacauan yang serius akibat perang saudara dari para mantan anggota negara Yugoslavia ini pada 1996.
Djokovic dan Ivanovic menjadi saksi langsung bagaimana tentara NATO (gabungan pasukan dari Eropa dan Amerika) menjatuhkan bom di Beograd. Ivanovic pun terpaksa berlatih tenis di kolam renang yang telah kosong pada awal kariernya. AFP | PRASETYO