Bagaimana kesiapan atlet di masa pandemi lalu?
Untuk Indonesia, pelatnas berjalan terus, karantina berjalan terus, persiapan sampai terakhir untuk atlet Indonesia sudah bagus sekali dan sudah berjalan konsisten. Indonesia punya pemusatan latihan yang tidak berhenti meskipun ada pandemi, kita memusatkan latihan dan program latihan harian berlanjut terus.
Persiapan juga sudah dilakukan baik fisik, teknik, dan strategi. Kelemahan dan kelebihan lawan sudah dianalisis semua. Sehingga pada saat bertanding, disiplin, kerja keras, fokus, konsisten konsentrasi dan ketenangan sangat diperlukan karena lawan tidak mudah. Siapa pun yang bisa mengatasi itu, yang lebih tenang dan punya strategi terbaik, pasti jadi juara.
Di sektor tunggal dan ganda putri pelatnas bulu tangkis saat ini, bagaimana pendapat Anda?
Saya melihatnya atlet bulu tangkis Indonesia masih butuh jam terbang. Jadi sebetulnya faktor kematangan atlet itu berbeda-beda, di junior bisa mencapai prestasi tertinggi, tetapi di level senior, beban menjadi lebih berat. Jadi, mereka masih butuh kerja keras dan jam terbang. Saya berharap PB PBSI bisa lebih ekstra keras dalam membina tim putri. Bibit tim putri memang tidak sebanyak tim putra, jadi tugas ekstra keras PB PBSI agar ke depannya bisa lebih baik dan tim putri Indonesia bisa kembali berjaya seperti dulu lagi.
Bagaimana dengan dukungan pemerintah di cabang olahraga bulu tangkis?
Saat ini memang untuk bonus jauh lebih baik dari zaman dulu. Tapi kita juga berharap, tidak hanya saat juara dapat bonus tetapi juga jaminan masa depan saat atlet itu sudah pensiun. Itu harus lebih diperhatikan. Menjadi juara itu tidak mudah. Jangan sampai penghargaan dikasih bonus miliaran rupiah tetapi tidak menjamin kehidupannya di masa depan. Alangkah baiknya, jaminan itu berupa kepastian masa tua, seperti dana pensiun dan pekerjaan.
Rendahnya perhatian kepada atlet akan membuat generasi muda dan para orang tua berpikir dua kali untuk membolehkan anaknya menjadi atlet. Menjadi atlet itu harus siap kehilangan masa remaja termasuk sekolah, pertaruhan dan pengorbanan besar. Jangan sampai hanya dihargai saat menjadi juara, tapi tidak dianggap jika masanya sudah selesai. Masyarakat menjadi ragu untuk mempercayakan anaknya menjadi atlet karena tidak ada jaminan masa depan.
Ada program bonus berupa pengangkatan atlet sebagai PNS (pegawai negeri sipil)...
Saya rasa kurang tepat. Banyak atlet tidak punya prestasi pendidikan sehingga tidak bisa masuk jadi PNS. Misal juara dunia tapi hanya lulusan SMP, standar PNS-nya hanya disesuaikan pendidikannya, otomatis gajinya kecil sekali. Sebaiknya untuk atlet, jangan disandingkan dengan nilai akademis, tapi dari nilai prestasinya. Rata-rata atlet Indonesia itu jarang ada yang lulus sampai SMA. Kalaupun lulus itu nilainya jelek karena jadi atlet tak sedikit mengorbankan pendidikan. Di Indonesia seperti atlet angkat besi, dayung, itu banyak yang tidak sekolah, lalu bagaimana mau jadi PNS?
Baca juga : Gagal ke Final Olimpiade, Anthony Ginting: Harus Cepat Move On untuk Perunggu