Di Herradura, Kuba Barat, kampung halaman Lopez Nunez, tak seorang pun yang meragukan kekuatan otot lelaki bertinggi badan dua meter itu. “Penduduk Herradura, rakyat Kuba, mesti tahu medali ini akan pulang ke sini,” kata ayahnya, Timoteo Bartolo López, kepada AFP, di kota itu yang berjarak 114 km dari Havana.
Lima tahun lalu di Rio, Lopez Nunez masuk klub berisikan enam gladiator yang tiga kali memenangkan emas Olimpiade dalam kurun 100 tahun yang di dalamnya termasuk legenda gulat Rusia Alexander Karelin. Kini dia meninggalkan klub itu karena sudah naik sudah tidak lagi juara tiga kali Olimpiade, melainkan empat kali.
Di halaman rumahnya yang tak berdinding dan beratapkan daun palem di mana keluarganya selalu merayakan kemenangan yang diraih "El Purro" (bocah perkasa), julukannya. Sang ibu, Leonor Nunez berkata, “Mijain memiliki hasrat demikian besar dalam merengkuh medali emas itu seperti yang pertama dia lakukan di Beijing 2008. Saya sama sekali tak ragu karena ada kekuatan di balik hasratnya, dan saya lihat dari kekuatan itu, ada pikiran dan hasrat positif,” kata perempuan 62 tahun itu.
Meski percaya diri pada kekuatannya, bagi si raksasa, keluarga adalah sumber motivasinya. Filosofi perjuangannya berakar dari keluarganya. “Orang tua saya mengajarkan mentalitas itu kepada saya, sederhana sekali bahwa apa pun yang ingin kita capai dalam kehidupan hanya tergantung kepada segala hal yang kita usahakan,” kata Lopez Nunez.
Spirit itu tertempa di pegunungan yang mengelilingi Herradura di mana Lopez Nunez mengencangkan otot-ototnya sejak kecil dengan berlari mengejar hewan dan memanggul pikulan berisi buah dan umbi-umbian. “Dia selalu ingin jadi el forzu (si kuat),” kata sang ibu.
Dia mengenal dunia olahraga gulat dari dua kakaknya, Misael dan Michel, yang masing-masing menggeluti dayung dan tinju. Mereka berdua mendorong sang adik agar masuk ring tinju, tetapi Lopez Nunez menyadari gulat adalah panggilan hatinya. “Begitu seorang pelatih gulat bernama Sergio (Soto) melihatnya, dia langsung tertarik,” ujar Leonor.
Michel, yang meraih perunggu di cabang olahraga tinju Olimpiade Athena 2004, menggambarkan bahwa, "Dia anak manja, pemarah nan tampan yang hobi berkelahi." Di Athena juga, Lopez Nunez sudah berhasil finis urutan kelima di cabang gulat.
Dia dikenal berkemauan kuat tapi periang. Dia berlatih dan tinggal di Havana bersama istri dan kedua anaknya. Namun pada usia 13, kariernya hampir tamat manakala ayahnya menyuruhnya berhenti bergulat setelah patah tulang tibia dan fibula saat berkompetisi.
Begitu pulih, dia ikut lomba antar sekolah dan sukses meraih dua medali emas dan dua medali perak. Empat tahun kemudian dia masuk timnas Kuba dalam usia 17 tahun. Sembilan tahun setelah itu dia merebut medali emas Olimpiade pertamanya di Beijing. Lalu di London 2012 dan Rio 2016 di mana dia menghadapi lawan yang sama, Rizaa Kayaalp si Turki.
Sebelum final Olimpiade Rio 2016, Si Raksasa dari Herradura meminta restu kepada ibundanya untuk terjun kembali ke arena gulat. “Saya bilang kepadanya ‘kalahkan dia seperti kamu mematahkan pensil’ dan itulah yang dia lakukan,” kenang Leonor Nunez. Itu pula yang dia lakukan saat merebut medali emas Olimpiade Tokyo, olimpiade keempat dalam kariernya, kemarin.
Baca juga : Cerita Apriyani Rahayu Kecil: Raket Kayu, Berjalan 10 Km Hingga Minta Bantuan