TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) Afghanistan Samira Asghari telah meminta Amerika Serikat untuk membantu mengevakuasi atlet putri dan staf pelatih dari negara tersebut. Permintaan itu diajukan menyusul pengambilalihan kepemimpinan oleh Taliban.
Selama memerintah pada 1996-2001, dengan panduan hukum Islam, Taliban melarang perempuan bekerja, anak perempuan tidak diizinkan pergi ke sekolah dan perempuan harus memakai cadar saat pergi keluar. Mereka juga mewajibkan perempuan bepergian ditemani kerabat laki-laki mereka.
Taliban mengatakan mereka akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam. Namun, Asghari, yang juga mantan kapten bola basket, mengkhawatirkan keselamatan atlet putri yang bakal berlaga di Paralimpiade Tokyo 2020.
"Atlet, pelatih, dan rombongan putri Afghanistan membutuhkan bantuan Anda, kita harus mengeluarkan mereka dari tangan Taliban. Tolong lakukan sesuatu sebelum terlambat," ujar pemain berusia 27 tahun itu melalui akun Twitter miliknya dikutip dari Reuters, Kamis, 19 Agustus 2021.
Dalam cuitannya tersebut, ia menyebut langsung federasi bola basket AS, Komite Olimpiade dan Paralimpiade AS, serta duta besar AS untuk Afghanistan. Namun, Asghari, yang telah membela Afghanistan dalam beberapa pertandingan dan menjadi anggota IOC pertama dari negaranya pada 2018, tidak bersedia menjelaskan lebih lanjut.
Sementara itu, mantan kapten sepak bola putri Afghanistan Khalida Popal yang berbasis di Kopenhagen telah mendesak para pemain untuk menghapus akun media sosialnya. Ia juga meminta koleganya menyembunyikan identitas publik dan membakar perlengkapan mereka demi alasan keselamatan.
Hal itu dilakukan karena Afghanistan kembali berada di bawah kekuasaan Taliban. Komite Paralimpiade Afghanistan pada Senin, 16 Agustus 2021, menyatakan dua atlet mereka tidak akan tampil di Paralimpiade Tokyo yang dimulai 24 Agustus nanti.
Baca juga : Atlet Perempuan Afghanistan Ini Minta Bantuan Agar Bisa Tampil di Paralimpiade