TEMPO.CO, Jakarta - Pengorbanan demi mengharumkan nama Provinsi Sulawesi Tengah dalam ajang Pekan Olahraga Nasional XX Papua (PON Papua) diperlihatkan oleh atlet karate asal Kota Palu, Fania Dwi Maharani. Ia rela menunda memiliki momongan demi berjuang pada ajang yang akan digelar pada 2-15 Oktober mendatang.
Fania menikah pada 11 Januari 2020 dengan Yojo Mohammad Kasim, atlet karate asal Palu yang juga mewakili Sulteng pada PON XX Papua. "Ini kesepakatan bersama. Kami fokus dulu menghadapi PON XX Papua," kata Fania di Hotel Sutan Raja, Palu.
Medali emas menjadi target utamanya. Berbagai persiapan dan latihan keras telah ia jalani sejak bertahun-tahun, terlebih selama mengikuti pemusatan latihan di Palu. Ia tidak ingin pengorbanannya itu berbuah sia-sia.
Target yang ia patok pada kategori kumite cukup realistis. Musababnya, pada Kejuaraan Nasional Pra PON XX Papua yang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta pada 2019, ia berhasil masuk lima besar. "Saat Pra PON, saya meraih medali perunggu. Pada PON XX Papua, saya menargetkan emas," ujar Fania.
Perempuan kelahiran Palu, 16 September 1994 itu, mengungkapkan persiapan utama yang mesti dimiliki sebagai bekal saat berlaga nanti adalah mental yang kuat, serta pikiran dan hati yang tenang. Meskipun seorang atlet karate menguasai berbagai jurus dan teknik, tanpa dibarengi kesehatan rohani, seorang atlet tersebut tidak dapat mengeluarkan seluruh kemampuannya saat bertanding.
"Kalau sampai demam panggung, kemudian grogi sudah pasti akan kalah saat berhadapan dengan lawan yang memiliki kemampuan fisik disertai ketenangan saat bertanding," ucap Fania.
Alumni Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Madani Palu tahun 2012 itu menceritakan kecintaannya dengan ilmu bela diri karate sudah mendarah daging sejak ia masih anak-anak. Saat itu, ia kerap melihat orang-orang di sekitarnya latihan karate.
Fania dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang memiliki kemampuan karate. Ayahnya sendiri merupakan seorang pelatih karate. Dari sang ayah, ia kemudian menyukai dan menekuni dengan serius ilmu bela diri tersebut.
Kiprahnya di dunia karate dimulai saat ia meraih medali perak dalam kejuaraan karate yang diadakan di Kabupaten Tolitoli pada awal tahun 2000-an. "Dari situ, saya terus latihan agar dapat bersaing di tingkat nasional. Alhamdulillah, setelah itu saya selalu meraih medali setiap mengikuti kejuaraan karate," kata Fania.
Perempuan lulusan Universitas Tadulako tersebut kemudian mencoba peruntungan saat Pra PON 2016 di Provinsi Jawa Barat. Namun, keberuntungan belum memihak kepadanya. Ia gagal lolos ke PON Jawa Barat kala itu.
Fania tidak patah semangat dan terus meningkatkan kemampuannya. Hasilnya ia berhasil lolos ke PON XX Papua. Apa yang ia capai saat ini tidak dilalui dengan mudah, apalagi hanya dengan berleha-leha. "Patah tulang, bibir robek maupun luka-luka sudah saya alami baik saat latihan dan bertanding. Itu sudah biasa. Bahkan, saya sudah lupa berapa kali saya terluka karena saking banyaknya," kata dia.
Berikutnya PON pertama dan terakhir...