TEMPO.CO, Jakarta - Pimpin tim Akselerasi dan Investigasi atas pemberian saksi dari Badan Antidoping Dunia (WADA) kepada Indonesia, Raja Sapta Oktohari, akan bekerja secara bertahap. Sebelum melakukan lobi-lobi, ia bersama tim lebih dulu akan merapikan data-data yang diperlukan.
Oktohari yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI), bertekad untuk menyelesaikan persoalan sanksi dari WADA kepada Indonesia karena dinilai tidak patuh terhadap test doping plan (TDP) pada 2020 dan 2021 secepatnya.
Menurut Oktohari, tugas utama dari tim khusus ini adalah untuk mempercepat pencabutan sanksi dari WADA yang berlaku dari 8 Oktober 2021-8 Oktober 2022. Karena itu, dia akan berkomunikasi lebih intens dengan WADA dan Lembaga Antidoping Jepang (JADA) yang bertugas melakukan supervisi kepada Indonesia.
"Selain itu ikut berkomunikasi dengan semua stakeholder yang terkait termasuk IOC (Komite Olimpiade Internasional)," kata Oktohari dalam konfrensi pers virtual, Senin, 18 Oktober 2021.
"Sehingga proses sanksi ini bisa dipercepat dan dicabut sehingga indonesia kedepan yang memiliki banyak agenda internasional bisa kembali melakukan tugas kita untuk mengharumkan nama Indonesia dan mengibarkan Merah Putih maupun mengumandangkan lagu Indonesia Raya di setiap podium yang kita dapatkan," tuturnya.
Ketua KOI itu mengingatkan bahwa kejadian seperti ini harus mendapatkan perhatian khusus. Indonesia, kata dia, tidak bisa lepas dari regulasi yang diatur oleh tatanan olahraga dunia.
WADA memberikan sanksi kepada Indonesia tidak bisa melakukan pengibaran bendara Merah Putih ketika menjuarai ajang internasional serta tidak bisa mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya karena dinilai tidak patuh terhadap test doping plan (TDP) pada 2020 dan 2021. Sanksi itu berlaku sejak 8 Oktober 2021 sampai 8 Oktober 2022.
Penerapan sanksi itu berawal dari surat WADA pada 15 September 2021. Lembaga yang dibentuk oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) itu mengirimkan surat kepada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI). Lembaga internasional yang telah berdiri sejak 1999 itu menilai Indonesia lalai dan tidak bisa memenuhi kewajiban standar test doping plan (TDP) pada 2020.
Dalam menjalankan tugasnya, Oktohari akan melakukan rapat kerja dan menyusun program yang bakal dilakukan. "Kami akan akan segera berkoordinasi baik itu internal dengan Kemenpora maupun dengan LADI, sehingga kami bisa merumuskan langkah-langkah," kata Oktohari.
Sebelum menentukan langkah yang akan dilakukan, Oktohari bersama timnya akan merapikan data-data yang diterima dari LADI. "Setelah itu kami bakal memaksimalkan lobi-lobi eksternal agar tim ini bisa maksimal dalam mempercepat pencabutan sanksi dari WADA kepada Indonesia," ujarnya.
Untuk tugas investigasi terhadap penyebab pemberian sanksi, Oktohari akan melibatkan para ahli untuk menelusuri kasus ini. Ia bakal menggandeng auditor independen dan pakar hukum untuk ikut membantu.
"Untuk investigas sendiri kami melibatkan banyak pihak yang lebih berkompeten, seperti auditor, maupun pihak hukum, sehingga bisa mendapatkan evaluasi yang maksimal, sehingga ke depan kesalahan seperti ini tidak terjadi lagi," kata Oktohari.
"Situasi saat ini menjadi tantang yang tidak mudah, tapi saya percaya dengan kekompakan kita semu, kita bisa menyelesaikan ini semua," dia menambahkan.
Raja Sapta Oktohari ditunjuk secara resmi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali untuk memimpin Tim Akselerasi dan Investigasi terkait sanksi dari WADA. Dia akan bekerja dibantu Sekjen KOI, Ferry Kono; Wakil Ketua Lembaga Antidoping (LADI) Rheza Maulana dan Sekjen LADI, Dessy Rosmelita, serta Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto.
IRSYAN HASYIM
Baca Juga: Kata Marcus dan Fajar Soal Merah Putih Tak Boleh Berkibar di Podium Piala Thomas