TEMPO.CO, Jakarta - Mantan juara dunia lompat tinggi, Bohdan Bondarenko, mengaku terkejut banyak atlet Rusia dan Belarusia yang menganggap tidak ada perang di Ukraina. Menurut dia, setelah operasi militer Rusia ke Ukraina, terjadi penyensoran berita yang ketat di bawah pemerintahan Vladimir Putin.
Bondarenko, yang merupakan juara dunia pada 2013 dan memenangkan medali perunggu di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, mengatakan invasi Rusia telah memisahkan keluarganya. Sebagian keluarga, termasuk ibunya, masih berada di Ukraina, sedangkan istri dan putrinya melarikan diri ke Hongaria.
"Banyak atlet Rusia dan Belarusia menganggap tidak ada yang terjadi di Ukraina. Rupanya itulah yang diceritakan dalam program berita," kata dia kepada Onet Polandia dikutip dari Reuters. "Mereka tidak menyadari ada pelanggaran hukum dan bahwa mereka telah menyerang kami. Mereka pikir itu tidak benar."
Rusia dilaporkan secara ketat mengontrol pelaporan berita tentang operasi militer khusus di Ukraina. Di Rusia, operasi itu dilabeli sebagai operasi yang bertujuan untuk menghapus neo-Nazi yang berkuasa di Kyiv dan ancaman langsung terhadap keamanan Rusia. Belarus adalah negara pendukung invasi Rusia.
Sebuah bangunan tempat tinggal yang hancur akibat Invasi Rusia ke Ukraina di kota Irpin di wilayah Kyiv, Ukraina 2 Maret 2022. REUTERS/Serhii Nuzhnenko
Bondarenko, 32 tahun, saat ini berada di Roma dan mencoba bergabung dengan istri dan putrinya di Budapest. "Saya hanya terkejut bahwa beberapa orang tidak mengerti, juga teman-teman saya, dengan siapa saya berkompetisi sebagai seorang atlet," kata Bondarenko.
"Tampaknya para atlet dari negara-negara ini (Rusia dan Belarusia) sama sekali tidak mengerti mengapa mereka sekarang didiskualifikasi dari kompetisi di seluruh dunia," kata dia menambahkan.
Sejak perang dimulai Kamis lalu, tim dan atlet Rusia dan Belarusia telah dibekukan dari kompetisi internasional di seluruh olahraga. Bondarenko, yang absen pada Olimpiade Tokyo tahun lalu karena cedera, menambahkan bahwa dia menghormati warga Rusia dan Belarusia yang turun ke jalan untuk memprotes invasi ke Ukraina.
Kini ibu, saudara laki-laki dan neneknya terjebak di kota asal mereka di Kharkiv. "Mereka turun ke ruang bawah tanah setiap hari ketika pengeboman dimulai," kata Bondarenko. "Mereka hampir setiap malam di sana. Kami berbicara di telepon, meskipun koneksi terputus. Sulit untuk tetap tinggal dan sulit untuk pergi. Kedua pilihan itu berbahaya."
Baca juga : 3 Berita Terkini Rencana Penjualan Chelsea: Conor McGregor hingga Thomas Tuchel