Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Meninggalnya Sang Penyempurna Jiu-Jitsu

image-gnews
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta: Helio Gracie, yang meninggal pada Kamis (29/1) pada usia 95 tahun, menyempurnakan jiu-jitsu dari Jepang sehingga lebih efektif dan efisien. Kehebatan teknik ciptaannya membuat Royce Gracie, anaknya yang berbadan kecil, juara Ultimate Fighting Champion tiga kali.

Helio Gracie, dalam wawancara dengan majalah Playboy edisi Brasil 2001 dan diterjemahkan Global Training Report, sangat bangga dengan teknik yang ia sempurnakan ini.

"Biarpun saya, yang beratnya tidak pernah melebihi 63 kilogram, bisa menjatuhkan orang yang beratnya 120 kilogram," katanya. "Ini yang diperlihatkan anak saya, Royce, dalam pertarungannya di UFC."

Royce Gracie adalah juara Ultimate Fighting Championship (UFC)--pertarungan beladiri campuran--musim 1, 2, dan 4 pada 1993/1994. Gracie, dengan tinggi 184 dan berat 80 kilogram, terhitung kecil untuk ukuran petarung di UFC.

Dalam keluarga Gracie, yang menurunkan ilmu beladiri ini, Royce juga bukan yang paling trampil. Masih ada kakaknya yang lebih jago, Rickson Gracie. Tapi keluarga Gracie memutuskan mengirim Royce sebagai wakil mereka dalam UFC karena badannya yang paling kecil. Ia bisa dipakai menunjukkan bahwa efektivitas jiu-jitsu Brasil membuat badan kecilnya bisa mengalahkan lawan yang jauh lebih besar.

Perhitungan itu tepat.

Dalam UFC 1, Royce menjadi juara. Dalam semifinal ia mengalahkan bekas juara gulat gaya bebas, Ken Shamrock, yang badannya lebih berat 20 kilogram. Di final, ia menaklukkan Gerard Gordeau, juara dunia Savate--beladiri Prancis semacam kickboxing--yang lebih berat 20 kilogram.

Kemenangan itu disusul seri-seri sesudahnya yang memperlihatkan kemampuan Royce Gracie melawan orang yang kadang badannya hampir dua kali dirinya. Selama dua tahun, Royce Gracie tidak terkalahkan.

Peminat bela diri dunia menjadi terbuka matanya dan jiu-jitsu Brasil dianggap beladiri paling efektif.

Helio Gracie menyempurnakan jiu-jitsu--dan kemudian digunakan Royce Gracie--karena badannya kecil serta sakit-sakitan. Sebelum remaja, Helio bahkan tidak bisa ikut berlatih jiu-jitsu bersama kakak-kakaknya.

Keluarga Gracie pertama kali belajar judo pada 1916. Sebelum Perang Dunia II, judo masih sering disebut dengan jiu-jitsu Jigoro Kano, mengikuti nama orang yang menyempurnakan jiu-jitsu menjadi judo.

Yang pertama belajar adalah Carlos Gracie, yang 13 tahun lebih tua dari Helio. Guru Carlos ini satu dari lima murid paling jago dari Jigoro Kano, yakni Mitsuyo Maeda.

Carlos belakangan mengajari tiga adiknya, Osvaldo, Gastao, dan Jorge, jurus-jurus Judo. Tapi Helio, yang saat itu baru tiga tahun usianya, masih terlalu kecil berlatih. Selain itu, badannya sakit-sakitnya. Ia sering tiba-tiba pingsan dan jalannya tidak seimbang.

Ia hanya bisa melihat kakak-kakaknya, yang badannya besar-besar, berlatih. Meski begitu, Helio rajin menunggui orang latihan jiu-jitsu. Selama 14 tahun ia menonton orang latihan. Akibatnya, katanya, "saya bisa seperti beo dan mengulang apa yang ia ajarkan kepada muridnya."

Suatu hari, saat Helio berusia 16 tahun, Carlos datang terlambat ke tempat latihan padahal para murid sudah siap. Helio menawarkan diri melatih, ternyata para murid barunya terkesan. "Sejak itu, saya mengadaptasi jiu-jitsu dengan teknik saya lagi."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Teknik yang dipakai itu adalah adaptasi agar jiu-jitsu bisa dipakai orang kerempeng seperti dirinya. Dengan tinggi 175 sentimeter, berat badannya tidak pernah lebih dari 63 kilogram, ia merasa tidak akan bisa seperti kakaknya, Carlos, yang besar.

"Saya menyempurnakan teknik kakak saya sebagai orang yang lemah," katanya. Ia menggunakan teknik fisika seperti kekuatan dan prinsip pengungkit. "Anda, sebagai contoh, tidak bisa mengangkat mobil dengan tenaga dua tangan Anda. Tapi dengan dongkrak bisa."

Ia menyempurnakan teknik ungkit ini untuk mengoptimalkan tenaga. "Perbaikan ini membuat bentuk jiu-jitsu yang lebih superior dibanding jiu-jitsu yang ada sebelumnya," katanya.

Helio Gracie juga melakukan sejumlah pertarungan untuk memperkenalkan jiu-jitsu. Pada pertarungan pertama, pada 1932, ia mengalahkan petinju Antonio Portugal hanya dalam waktu 30 detik.

Tinju sendiri, menurut Helio, adalah beladiri paling efektif sesudah jiu-jitsu. Kelemahannya satu: lama berlatihnya. "Dengan jiu-jitsu, ikut 40 kelas bersama saya sudah cukup, dua kali seminggu," katanya.

Pertarungan kedua, melawan pegulat Fred Ebert, berakhir dengan dihentikan dokter. Pertarungan yang dijalani Helio, kemudian, begitu terkenal di Brasil, sehingga pernah digelar di stadion sepakbola terbesar dunia, Maracana. Saat itu Helio Gracie seri dengan pegulat Jepang, Kato.

Kekalahan Gracie terjadi pada 1955 dari pejudo Jepang, Kimura, dengan ditonton 20 ribu orang termasuk presiden Brasil. Dalam pertarungan itu, berulang kali Kimura membanting Gracie dengan teknik ippon seoinage (dilempar dengan satu tangan) agar Gracie pingsan. Tapi Gracie bertahan.

Pertandingan berakhir setelah 15 menit, setelah keluarga Gracie melempar handuk karena tangan Helio, yang dijepit Kimura, patah. Teknik yang dipakai Kimura ini sekarang di kalangan jiu-jitsu disebut sebagai "kimura" sebagai penghormatan.

Gracie menyebut bahwa jurus-jurus yang ia kembangkan adalah memunahkan agresi lawan--mulai dari pukulan, tendangan, sampai serangan senjata tajam. "Di jiu-jitsu ada 100 jenis pertahanan untuk serangan ini," katanya. Setiap jenis serangan, kata Gracie, ada tiga atau empat teknik bertahan.

Helio sendiri meninggal dalam usia lanjut, 95 tahun, tapi kondisinya masih sangat bagus karena hidupnya sangat disiplin. "Saya tidak pernah merokok, minum, atau makan udapan," katanya.

Ia juga makan ikan, keju dingin, buah. Ia membatasi gula. "Saya hanya makan roti sekali sehari," katanya. "Saya belajar ini dari kakak saya dan selama 15 tahun tidak pernah flu."

Yang terpenting, katanya, "Saya tidak pernah berhubungan seks kecuali hanya untuk memiliki anak."

NURKHOIRI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Klasemen Akhir Perolehan Medali Islamic Solidarity Games: Indonesia Posisi Ke-7

19 Agustus 2022

Lifter Indonesia Siti Nafisatul Hariroh (tengah) meraih emas Islamic Solidarity Games (ISG) di Konya, Turki, Kamis, 11 Agustus 2022. (Antara/ISG Photo)
Klasemen Akhir Perolehan Medali Islamic Solidarity Games: Indonesia Posisi Ke-7

Kontingen Indonesia mengakhiri perjuangannya dalam Islamic Solidarity Games 2021 di Konya, Turki, dengan menduduki peringkat ketujuh.


Hasil Islamic Solidarity Games: Siti Nafisatul Hariroh Raih Emas, Emilia Nova Rebut Perunggu

12 Agustus 2022

Lifter Indonesia Siti Nafisatul Hariroh (tengah) meraih emas Islamic Solidarity Games (ISG) di Konya, Turki, Kamis, 11 Agustus 2022. (Antara/ISG Photo)
Hasil Islamic Solidarity Games: Siti Nafisatul Hariroh Raih Emas, Emilia Nova Rebut Perunggu

Lifter Siti Nafisatul Hariroh menyumbang medali emas pertama bagi Indonesia di ajang Islamic Solidarity Games atau ISG 2021.


Islamic Solidarity Games 2022: Ayustina Delia Raih Perak, Eki Febri Rebut Perunggu

9 Agustus 2022

Atlet balap sepeda putri Ayustina Delia Priatna meraih medali perak pertama untuk Kontingen Indonesia dalam gelaran Islamic Solidarity Games (ISG) yang berlangsung di Konya, Turki, 9-18 Agustus 2022. Ayu finis kedua dalam lomba nomor omnium putri di Konya Velodrome, Selasa, 9 Agustus 2022. (ANTARA/PB ISSI)
Islamic Solidarity Games 2022: Ayustina Delia Raih Perak, Eki Febri Rebut Perunggu

Atlet balap sepeda Ayustina Delia Priatna menyumbang medali perak pertama untuk Kontingen Indonesia dalam gelaran Islamic Solidarity Games (ISG) 2022.


Muddai Madang Calonkan Diri Sebagai Ketua Umum KONI Pusat

4 Juni 2019

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (ketiga kanan) menyerahkan obor api Asian Games 2018 kepada Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin (kanan) disaksikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (tengah), Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (kedua kanan), Ketua Umum Inasgoc Erick Thohir (kedua kiri) dan Ketua Panitia Pelaksana Daerah Asian Games 2018 Palembang Muddai Madang (kiri) saat pawai obor api Asian Games 2018 di Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu, 4 Agustus 2018. ANTARA
Muddai Madang Calonkan Diri Sebagai Ketua Umum KONI Pusat

Pengusaha asal Palembang yang berpengalaman dalam organisasi olahraga di Indonesia, Muddai Madang mencalonkan diri sebagai Ketua Umum KONI Pusat.


Tak Dampingi ISG, Satlak Prima Adukan Alex Noerdin ke Kemenpora

30 Mei 2017

Alex Noerdin, Gubernur Sumatra Selatan (Reza Sumantri/Tempo)
Tak Dampingi ISG, Satlak Prima Adukan Alex Noerdin ke Kemenpora

Komandan kontingen Indonesia di Islamic Solidarity Games
(ISG) 2017 Alex Noerdin diadukan ke Kemenpora


ISG 2017: Sumbang 3 Emas 4 Perak, Bonus Angkat Besi Rp 500 Juta

26 Mei 2017

Atlet angkat besi Indonesia Irawan Eko Yuli berkompetisi di nomor 62 kg putra Grup A dalam Olimpiade London 2012, Senin (30/7). REUTERS/Dominic Ebenbichler
ISG 2017: Sumbang 3 Emas 4 Perak, Bonus Angkat Besi Rp 500 Juta

Tim angkat besi Indonesia diguyur bonus total Rp 500 juta oleh PB PABBSI, berkat prestasi menghasilkan 3 emas dan 4 perak di ISG 2017 Baku, Azerbaijan


ISG 2017: Hanya Peringkat 8, Indonesia Dinilai Kurang Persiapan

24 Mei 2017

Atlet renang Indonesia I Gede Siman Sudartawa. TEMPO/Aditia Noviansyah
ISG 2017: Hanya Peringkat 8, Indonesia Dinilai Kurang Persiapan

Indonesia gagal memenuhi target peringkat 5 besar dalam Islamic Solidarity Games IV 2017 di Baku, Azerbaijan. Indonesia akhirnya menempati peringkat 8


ISG 2017, Indonesia Masih Tempati Posisi Lima Besar

18 Mei 2017

ANTARA/Andika Wahyu
ISG 2017, Indonesia Masih Tempati Posisi Lima Besar

Indonesia masih berada di posisi lima besar perolehan medali Islamic Solidarity Games 2017.


ISG 2017, Lifter Asal Aceh Sumbang Medali Perak buat Indonesia

18 Mei 2017

Lifter Jawa Barat Deni melakukan angkatan clean and jerk dalam final kelas 68 kg angkat besi putra PON XIX di GOR Sabilulungan Sijalak Harupat, Bandung,  Jabar, 21 September 2016. Deni berhasil meraih medali emas sementara perak diraih Triyatno dari Kalimantan Timur dan perunggu diraih M. Denial dari Jambi. ANTARA FOTO
ISG 2017, Lifter Asal Aceh Sumbang Medali Perak buat Indonesia

Lifter Indonesia asal Aceh, Nurul Akmal, membuat kejutan setelah mampu meraih perak angkat besi kelas +90 kg pada kejuaraan Islamic Solidarity Games.


ISG 2017: Dapat Tambahan 2 Emas, Indonesia di Posisi 4 Besar  

15 Mei 2017

Eko Yuli Irawan, saat bertanding dalam kelas 62kg angkat besi Olimpiade Rio di Riocentro, Pavilion 2, Rio de Janeiro, Brasil, 8 Agustus 2016. AP/Mike Groll
ISG 2017: Dapat Tambahan 2 Emas, Indonesia di Posisi 4 Besar  

Indonesia mendapatkan tambahan dua emas dari cabang olahraga angkat besi dan renang dalam ajang Islamic Solidarity Games (ISG) IV 2017 di Baku, Azerbaijan.