TEMPO.CO, Jakarta - Doping adalah penggunaan obat-obatan atau suplemen dalam aktivitas fisik atau olahraga untuk meningkatkan tenaga atau daya tahan. Penggunaan doping dalam dunia olahraga jelas dilarang karena melanggar unsur sportivitas.
Meski demikian, tak sedikit atlet yang terjebak pemakaian doping karena ingin menunjang perfoma atau tidak tahu zat yang dikonsumsi masuk dalam daftar terlarang. Penggunaan doping tidak hanya memiliki efek samping bagi kesehatan, atlet yang terbukti memakainya akan diberikan sanksi, salah satunya dari Organisasi Anti Doping Dunia atau World Anti Doping Agency (WADA). Oleh karena itu, penting mengetahui apa itu doping dan risiko penggunaannya bagi seorang atlet.
Apa Itu Doping?
Doping dikenal pula sebagai PED (performance enhancing drugs). Dilansir dari Healthline, doping adalah obat-obatan dalam berbagai wujud yang berfungsi menjaga sampai meningkatkan stamina. Obat tersebut bisa jadi jalan pintas bagi atlet yang ingin berprestasi tanpa melalui proses latihan yang keras.
Kandungan zat dalam doping diketahui mampu membuat atlet menjadi lebih agresif. Sehingga peluang untuk menang dalam pertandingan semakin besar. Bagi binaragawan, doping dalam bentuk steroid dimanfaatkan sebagai pembesar massa otot.
Sejarah Kasus Penggunaan Doping
Penggunaan doping adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan bahkan sudah dipraktikan sejak zaman dahulu. Dilansir dari American College of Medical Toxicology, praktik penggunaan doping sudah ada sejak berabad-abad lalu. Para atlet tersebut melakukan diet khusus dan percaya dengan keefektifan tanaman jenis tertentu. Kekuatan fisik yang diinginkan dapat dicapai dengan bantuan konsumsi senyawa dari tumbuhan.
Memasuki era modern, tindakan pelanggaran penggunaan doping tercatat pertama kali pada 1904. Seorang pelari Olimpiade menyuntikkan strychnine dalam darah supaya menambah laju dan membangkitkan kekuatan. Pelari tersebut mengklaim bahwa doping yang diinjeksikan mampu membuatnya menyelesaikan perlombaan.
Selanjutnya jenis doping yang dilarang