TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi Arema vs Persebaya, yang menewaskan 125 orang (bukan 129 seperti laporan sebelumnya), menjadi tragedi yang menelan korban jiwa terbesar ketiga dalam sejarah kerusuhan di stadion sepak bola.
Tragedi itu terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu, 1 Oktober 2022, usai pertandingan antara tuan rumah Arema FC yang kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3.
Suporter Arema FC yang kecewa dengan kekalahan itu melampiaskan dengan turun ke lapangan mengejar pemain dan ofisial sehingga polisi berupaya menghalau, termasuk menembakkan gas air mata.
Penonton yang panik berlari ke pintu keluar sehingga terjadi penumpukan. Akibatnya fatal, banyak penonton yang terinjak-injak, terhimpit, dan sesak nafas. Selain 125 korban meninggal dunia, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri.
Menurut footballgroundguide.com, Tragedi Kanjuruhan ini menjadi yang mematikan ketiga di dunia dari sudut jumlah korban. Korban terbesar pernah terjadi di Stadion Nasional (Estadio Nacional), Lima, Peru, saat laga Peru vs Argentina pada 1964.
Kejadian yang menewaskan 326 orang tersebut terjadi akibat kerusuhan di dalam stadion dan dihalau polisi yang membuat penonton panik berlari di pintu keluar yang ternyata masih tertutup dan membuat banyak yang terinjak-injak.
Untuk posisi kedua dalam daftar itu ditempati oleh peristiwa yang terjadi Stadion Olahraga Accra, Ghana, yang mempertandingkan laga antara Heart of Oak vs Kotoko pada 2001. Jumlah korban tewas mencapai 126.
Pertandingan antara dua klub raksasa Ghana itu awalnya berjalan kondusif ketika Kotoko unggul sementara, namun dua gol di akhir laga membalikkan keadaan dan akhirnya memenangkan Heart of Oak.
Fans Kotoko bereaksi buruk dengan melemparkan botol dan kursi ke lapangan yang direspons polisi dengan gas air mata, yang membuat para penggemar Kotoko keluar.
Namun, penonton tidak menyadari jika gerbang tidak terbuka sehingga akhirnya berdesak-desakan dan menyebabkan 126 orang meninggal.
Tragedi keempat terbesar terjadi di Stadion Hillsborough, Inggris, ketika laga Liverpool vs Nottingham Forest pada 1989 yang terjadi karena penonton berdesak-desakan dan menyebabkan setidaknya 96 orang tewas.
Kelima, tragedi memilukan yang terjadi di Stadion Dasharath, Nepal, saat pertandingan antara Janakpur Cigarette Factory dan Liberation Army of Bangladesh pada 1988.
Pertandingan awalnya berjalan baik, tetapi di tengah laga terjadi badai salju yang menyebabkan para penonton panik karena 75 persen areal stadion masih terbuka.
Polisi kemudian menghalau yang justru mengarah penonton ke pintu keluar yang masih tertutup dan menyebabkan setidaknya 93 orang tewas karena terhimpit dan terinjak-injak.
Daftar Tragedi Paling Mematikan di Arena Sepak Bola
No | Negara | Stadion | Tahun | Korban |
---|---|---|---|---|
1 | Peru | Estadio Nacional, Lima | 1964 | 328 |
2 | Ghana | Sports Stadium, Accra | 2001 | 126 |
3 | Indonesia | Kanjuruhan, Malang | 2022 | 125 |
4 | Inggris | Hillsborough, Sheffield | 1989 | 96 |
5 | Nepal | National Stadium, Katmandu | 1988 | 93 |
6 | Guatemala | Mateo Flores | 1996 | 80 |
7 | Mesir | Port Said | 2012 | 79 |
8 | Argentina | Monumental, Buenos Aires | 1968 | 71 |
9 | Rusia | Luzhniki, Moskow | 1982 | 66 |
10 | Skotlandia | Ibrox, Glasgow | 1971 | 66 |
.
Catatan: Berita ini telah direvisi mulai judul hingga isi berkenaan dengan dirilisnya update terbaru korban Tragedi Kanjuruhan, Minggu malam, 2 Oktober 2022, oleh Kapolri yang disebutkan berjumlah 125 orang, bukannya 129 orang seperti dilaporkan sebelumnya.
Baca Juga: 17 Anak Ikut Jadi Korban Tewas Kerusuhan di Kanjuruhan