"Pada Piala Dunia 2014 pencapaian (tim-tim Asia) relatif bagus," kata pemain timnas Iran yang juga gelandang Feyenord, Alireza Jahanbakhsh, kepada ESPN.
Pada 2018, Iran nyaris lolos ke 16 besar, dan begitu juga Korea Selatan yang saat itu dilatih Shin Tae-yong yang kini melatih Indonesia, membuat kejutan menaklukkan Jerman dalam fase grup.
Jahanbakhsh yakin, "level Asia sudah sangat meningkat, khususnya karena semakin banyak pemain Asia yang bermain di Eropa. Saya yakin kali ini tim-tim Asia akan lolos ke babak kedua."
Penilaian Jahanbakhsh bukan bualan karena seandainya pertandingan pemanasan Piala Dunia 2022 menjadi patokan, maka tim-tim Asia sudah memberikan sinyal bahwa mereka siap berbuat jauh.
Belum lama ini dalam laga persahabatan September silam, Iran menggulingkan juara dunia dua kali Uruguay dengan 1-0, dan kemudian menahan seri 1-1 juara Piala Afrika, Senegal.
Jepang juga lumayan bagus. Setelah menaklukkan Amerika Serikat 2-0, mereka seri 0-0 melawan Ekuador.
Demikian juga dengan Korea Selatan. Setelah seri 2-2 menghadapi Kosta Rika, Jepang membungkam Senegal 1-0.
Bahkan Saudi yang dipenuhi pemain-pemain lokal menahan imbang Ekuador dan AS masing-masing 0-0. Kroasia yang runner up Piala Dunia 2018 pun hanya bisa menang tipis 1-0 melawan mereka.
Memang semua itu adalah laga persahabatan yang atmosfernya jelas berbeda dengan laga kompetitif, apalagi pertandingan Piala Dunia.
Tetapi itu sudah menjadi sedikit gambaran bahwa Asia seperti disebut Jahanbakhsh, siap mengayunkan langkah lebih jauh lagi dari sekadar fase grup, walaupun faktanya Korea Selatan dan Jepang yang selalu bermain atraktif menyerang adalah tim Asia yang paling sering melewati babak ini.
Mereka jelas tak mau menjadi pelengkap. Ini mungkin waktunya bagi Asia berbicara banyak, seperti halnya investor-investor mereka yang agresif membeli klub-klub top Eropa.
Baca Juga: 10 Pelatih Berpenghasilan Tertinggi di Piala Dunia 2022