“Seharusnya saya bisa mendapatkan emas, tadi saya merasa tendangan dia (Puedpong) meleset tetapi tetap dianggap masuk,” katanya sambil terisak. Dalam pertandingan, tim Indonesia sempat mengajukan protes terhadap keputusan wasit di ronde kedua yang membuat Sisca jauh tertinggal 1-4. Sayangnya, protes itu tidak diterima oleh para juri.
Pelatih tim taekwondo Indonesia, Lam Ting meyatakan
bahwa keputusan juri itu tidak berdasar. “Tidak tampak jelas bahwa tendangan yang dilakukan Puedpong benar-benar mengenai badan Sisca atau tidak,” katanya. Di mata Lam Ting, ada ketidakcurangan yang diberikan wasit mengingat lawannya berasal dari Thailand – yang dianggap masih merupakan rekanan tuan rumah, Laos.
Dengan hasil akhir seperti itu, cabang taekwondo hanya bisa mengumpulkan 1 emas, 3 perak, dan 6 perunggu. Padahal sebelumnya, Pengurus Besar Taekwondo Indonesia menargetkan setidaknya ada dua emas yang bisa dibawa pulang. Menurut Lam Ting, hal itu bisa meleset terkait masalah faktor non teknis seperti yang terjadi pada Sisca.
Dua taekwondoin putra, Basuki Nugroho dan Yulius Fernando, juga dianggap mendapati kerugian yang sama seperti itu. Lam Ting menyatakan bahwa hal seperti ini memang masih menjadi masalah besar di pesta olahraga multicabang seperti SEA Games. “Memang selalu ada permainan politiknya,” katanya.
Meski demikian, sekjen PB TI Wahyu Hagono tetap melihat hasil yang diraih para atletnya masih lebih baik dari dua tahun lalu. Di SEA Games Nakhon Ratchasima 2007 tekwondo hanya bisa meraih 1 emas, 1 perak, dan 1 perunggu.
Gambaran serupa juga dilontarkan para atlet karate setelah menuntaskan tugas mereka pada laga terakhir di Budo Center, Chau Anouvong. Donny Dharmawan – yang turun di kelas -60 kg – mengaku sangat kecewa dengan kekalahan yang didapatkannya dari karateka tuan rumah, Sayxavath 4-7. “Tendangan dari Laos yang seharusnya tidak terkena saya justru masuk dalam hitungan,” katanya. Hal seperti ini membuat Donny harus bisa puas dengan hanya memperoleh medali perunggu.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi FORKI Madju Daryanto menyatakan bahwa keputusan juri yang sering kali merugikan semacam itu memang kerap terjadi. “Karena ini merupakan cabang-cabang tidak terukur dan penilaiannya sangat subjektif,” katanya. Dengan kondisi seperti itu, Madju menyatakan bahwa Indonesia harus mempunyai kekuatan yang lebih baik dalam bidang perwasitan agar setidaknya bisa meredam kerugian yang kerap muncul.
Lebih lanjut Madju menyatakan bahwa selain menambah kekuatan di bidang perwasitan, pihaknya juga tetap memperhatikan pembinaan kepada setiap atlet binaan FORKI. Di mata Madju, negara Vietnam – yang keluar sebagai juara umum dengan raihan 6 emas, 4 perak, dan 1 perunggu – masih menunjukkan perkembangan prestasi yang sulit dikejer oleh Indonesia. EZTHER LASTANIA