“Saya tak berani menargetkan emas. Kami hanya menargetkan satu medali, tapi bukan emas,” ungkap Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PABBSI, Sony Kasiran, di Jakarta, Selasa (23/3).
Untuk menghadapi even sekelas Asian Games, kata Sony, para lifter Indonesia seharusnya sudah menjalani pelatnas secara rutin. Namun karena jadwal pelatnas dari KONI dan dana latihan belum turun, para lifter Indonesia harus berlatih sendiri. Kondisi ini cukup mengganggu, karena mereka harus mengeluarkan biaya sendiri untuk berlatih.
Lifter andalan Indonesia asal Kalimantan Timur, Eko Yuli Irawan dan Triyatno, mengeluhkan hal itu. Mereka merasa kecewa karena kurang diperhatikan dalam berlatih selama ini. Karena dana pelatnas belum turun, konsentrasi dua lifter peraih emas SEA Games 2009 Laos menjadi tidak fokus karena harus memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari selama berlatih di Balikpapan, Kalimantan Timur.
“Kami menunggu kucuran dana selama menjalankan latihan sendiri, karena pelatnas hingga kini belum dimulai. Padahal pertandingan kan tinggal tersisa enam bulan lagi,” kata Eko.
Eko menyatakan keberaniannya mengeluarkan dana sendiri karena beban yang disandangnya untuk bisa berprestasi di Gunagzhou memang cukup berat. Oleh karena itu, meski dana pelatnas belum turun, ia tetap berlatih secara intensif.
Sementara Triyatno menyatakan untuk bisa beprestasi dibutuhkan waktu latihan yang cukup. “Bila pelatnas belum dimulai, jangan pernah mimpi meraih medali, terutama atlet yang ke Asian Games,” ujar Tri.
Pada Asian Games 2006, Indonesia merebut satu medali perunggu melalui lifter putri Sinta Darmariani (72 kg). Untuk dapat memperbaiki pretasi itu, PB PABBSI akan mengirim delapan lifternya di Asian Games Guangzhou nanti.
ARIS M