Kesibukan 10 pekan yang menjauhkan petenis jelita asal Rusia itu dari rumanya di Huntington Beach, California. Petenis putri nomor satu dunia pada 2005 itu sudah bisa kembali mengikuti turnamen setelah sembuhd dari cedera siku pada pertengagan Maret
lalu. Wanita berusia 23 tahun itu bermain dua bulan berikutnya di Madrid, yaitu kalah di babak pertama melawan Lucie Safarova lantas memenangi turnamen papan bawah di Strasbourg, Prancis, kalah dari Justine Henin di babak ketiga Prancis Terbuka, kalah melawan Li Na di final Birmingham, dan menyerah 6-7, 4-6 dari Serena Williams di babak 16 besar Wimbledon.
Penampilan terakhirnya di Wimbledon itu adalah permainan terbaiknya sejak ia kembali ke lapangan April tahun lalu setelah sembuh dari cedera bahu pada 2008. Ia meraih tiga set point dalam awal pertandingan melawan sang juara, Serena. "Saya
banyak berlatih untuk itu," kata Sharapova tentang penampilannya yang solid di seri grand slam lapangan rumput di dekat London itu.
"Saya melihat ke belakang pada keseluruhan turku. Tentang penampilan yang tidak mengesankan di Madrid, belum merasa nyaman ketika sudah harus tampil di lapangan. Kemudian saya bangkit dan bekerja keras memperbaiki diri. Saya memang masih membuat beberapa kesalahan yang seharusnya tidak terjadi (melawan Serena) sehingga sebenarnya saya bisa memenangi set pertama," papar Sharapova.
Kini sebelum menyongsong seri grand slam terakhir dalam satu tahun di lapangan keras AS Terbuka di New York, Agustus nanti, Sharapova merencanakan tampil di sejumlah turnamen, termasuk Stanford, Cincinnati (9 Agustus 2010) dan Rogers Cup di
Montreal (16 Agustus 2010).
Kunjungi Chernobyl
Setelah main di Wimbledon, Sharapova pergi ke kawasan Chernobyl di Belarusia, tempat sang ibu, Yelena, dan ayah, Yuri, pernah tinggal. Keluarga itu kemudian pindah ke Siberia setelah instalasi nuklir di sana meledak pada 26 April 1986. Bahaya radiaksi dari ledakan itu dikabarkan 90 kali lebih berbahaya ddibandingkan dengan bom atom di Hiroshima dan Nagasaski, Jepang, dalam Perang Dunia II.
Sharapova lahir di Nyagan, Siberia, 51 pekan setelah tragedi Chernobyl yang berada di Ukraina tapi yang paling terkena dampak kerugiannya adalah Belarusia. Ia seharusnya berkunjung ke sana dua tahun lalu tapi menunda kunjungan karena harus
menyembuhkan bahunya. Ia bilang dalam konferensi pers Jumat lalu kalau ia bahagia bisa pergi ke sana sekarang karena punya banyak proyek sosial. Antara lain bantuan US$ 250.000 atau sekitar Rp 2,25 miliar dari kantongnya. "Problem utama dari
masyarakat di sana adalah ketidakpercayaan kepada kemampuan untuk kembali pulih seperti semula. Mereka masih trauma dengan dampak radiasi."
Ia menjelaskan punya delapan proyek yang memprioritaskan anak-anak di Chernobyl yang dampak radiasinya mengenai Rusia, Belarusia, dan Ukraina. "Reaksi masyarakat di sana sungguh mengesankan. Saya bisa kembali ke apartemen tempat ayahku
tinggal. Dua orangtuaku datang dari Belarusia. Saya bisa melihat neneku yang selama ini belum aku temui."
Sharapova banyak bepergian di Eropa, mengunjungi Swedia untuk bertemu dengan salah satu sponsor utamanya, Sony Ericsson, dan mengunjungi Italia bersama sang pacar, Sasha Vujacic, bintang bola baksket Slovia yang kini bermain sebagai guard di klub NBA, Los Angeles Lakers. Saharava lumayan tinggi, 1,88 meter tapi di samping Vujacic, ia seperti anak kecil.
Ketika ditanya di mana ia berada ketika Vujacic lagi bertanding memperkuat Lakers pada 17 Juni, atau empat hari sebelum Wimbledon dimulai, Sharapova menjawab, "Saya sedang menutup mata di rumahku di London." GLOBE AND MAIL | REUTERS | PRASETYO