TEMPO Interaktif, Revel - Alberto Contador harus bekerja lebih keras di Tour de France musim ini. Juara bertahan asal Spanyol itu sementara tertinggal 31 detik di belakang pemakai kaus kuning atau pemimpin lomba Andy Schleck dari Luxemburg yang sudah mengumpulkan waktu total 63 jam, 8 menit, dan 40 detik hingga etape ke-13.
Meski tertinggal cukup jauh, Contador menyatakan tidak panik dan masih yakin bisa mengatasi Schleck yang tahun lalu menjadi runner-up. Tiga etape terjal di pegunungan dalam empat hari, dengan satu hari masa istirahat pada hari Rabu mendatang, membuat Contador yakin bisa menggeser Schleck.
Countador menyatakan, yang penting dalam situasi ini adalah tidak membuat kesalahan. “Bahaya terbesar nanti saat lomba melewati (pegunungan) Pyrenees. Bahaya kalau mengalami hari buruk di sana,” kata pembalap berusia 27 tahun yang dikenal jago melahap etape tanjakan itu.
Etape ke-17 atau terakhir dari empat etape di pegunungan Pyrenees, akan menjadi etape yang paling sulit bagi para pembalap. Lintasan di etape yang akan berakhir di Col du Tourmalet itu mempunyai tanjakan sepanjang 18,6 kilo meter dengan kecuraman rata-rata mencapai 7,5 persen. Namun, bagi Contador, lintasan itulah yang menjadi favoritnya. “Ini adalah lintasan favorit untuk di lintasi di (Tour de) France,” katanya.
Selain etape tanjakan, Countador, yang sejak 2008 hingga kini membela Tim Astana, juga bagus di nomor time trial. Juara Tour de France dua kali itu punya kemampuan mengayuh sepeda lebih baik di lintasan time trial dibanding Schleck.
Nomor time trial di etape ke-19 sepanjang 52 kilo meter antara Bordeaux menuju Pauillac pada 24 Juli nanti akan menjadi etape penting bagi Contador untuk bisa mempertahankan gelar. “Aku harus mengambil keuntungan di nomor time trial jika aku membutuhkan catatan waktuku kembali baik,” katanya.
Jika berhasil memaksimalkan etape-etape tanjakan dan time trial, Contador punya kesempatan besar mempertahankan gelarnya. Tour de France yang dimulai di Rotterdam, Belanda, pada 3 Juli lalu akan berakhir pada 25 Juli nanti di Paris.
REUTERS | ARIS M