“Membuat khalayak umum dekat dengan atlet sehingga dikenal masyarakat umum, perlu publikasi,” kata Utut yang kini menjadi anggota DPR Komisi X saat menjadi pembicara dalam Workshop Mengenal Publisitas Olahraga di Wisma Karsa Menpora, Senin (19/7).
Kondisi ini dapat dirunut dari latar belakang atlet. Menurut Utut, kebanyakan atlet berasal dari lapisan sosial menengah ke bawah. Untuk bisa membuat mereka pandai bicara perlu dilatih, misalnya dengan cara menyuruh mereka mengajar atlet dibawahnya. “Secara tidak langsung ngajar mereka bicara dan menigkatkan kepercayaan dirinya,” kata Utut.
Publikasi itu seperti pisau bermata dua, ada sisi positif tetapi juga ada sisi negatif. Tetapi, publikasi tidak dapat dihindari. Utut menilai sangat perlu bagi atlet itu memberitahu tentang aktifitasnya kepada media melalui rilis atau dalam bentuk apapun. Selain pemberitaan yang baik, atlet juga harus siap mendapatkan kritik.
Atlet perlu dikritik, agar publikasi seimbang. Namun, Utut menyarankan agar si atlet dikritik dalam hal teknis bukan tentang pribadi. Misalnya, ia mencontohkan atlet andalan sprinter Suryo Agung Wibowo baru mencatat prestasi “ini” padahal usianya sudah 27 tahun. “Jangan yang baik-baiknya saja,” katanya.
Kritik akan menjadi bahan evaluasi, agar atlet menjadi terpacu menjadi lebih baik lagi. Selain atlet, pengurus olahraga juga perlu mendapat kritik mengenai program dan prestasi cabang yang dikelolanya. “Kritik ke pengurus lebih pada konsepnya,” kata Utut.
Pada acara workshop tersebut Utut juga menyinggung kendala prestasi olahraga Indonesia yang sulit bersaing diinternasional. Ia menilai salah satu faktornya karena pelatih olahraga yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah atlet yang ada. Kondisi ini bertambah parah karena pelatih yang ada sebagian besar bertumpuk di Jakarta. “Itu harus dipecahkan juga,” katanya.
RINA WIDIASTUTI