TEMPO Interaktif, Jakarta - Tokoh olahraga nasional, Mangombar Ferdinand Siregar, telah pergi. Ketika Jakarta diguyur hujan lebat, kemarin pukul 14.20 WIB, Siregar pergi setelah sejak 30 Agustus lalu menjalani perawatan akibat stroke di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat.
Sebelum mengembuskan napas terakhir, Opung--demikian Siregar lebih dikenal--masih bicara soal olahraga nasional. Padahal dia masih terbaring lemah di ruang ICU. "Opung meminta semua kalangan tetap bersemangat demi kemajuan olahraga nasional," kata Ria Siregar, anak Siregar.
Jenazah disemayamkan di rumah duka di Jalan Kemanggisan Ilir Kompleks P dan K di kawasan Slipi. Menurut Ria, Opung akan dikebumikan satu liang lahat dengan istrinya, Darliah Nasution, yang telah pergi terlebih dulu, di pemakaman umum Petamburan. Waktu pemakaman belum ditentukan karena menunggu Lisa Siregar, anaknya yang lain, pulang dari Amerika Serikat. "Dia teladan kami. Opung ingin anak cucunya selesai sekolah dan sukses," kata Ria.
Opung tidak hanya teladan bagi keluarganya. Dia juga bapak dari banyak atlet Indonesia yang telah meraih prestasi. Siregar pun tak ingin pernah berhenti berpikir untuk kemajuan olahraga nasional.
Satu tahun belakangan ini, Siregar terus memperlihatkan kepedulian dirinya terhadap kemunduran olahraga di negeri ini. Dia tak pernah terlihat lelah. Dia ingin tetap ada dan terus mengabdi. Jika dia gelisah, kegelisahan itu tak jauh dari kondisi olahraga kita, yang tak kunjung membaik. "Saya selalu gelisah karena saya mengikuti olahraga di negeri ini sejak nol," katanya.
Opung, yang meninggalkan lima anak, empat putri dan satu putra, dengan sembilan cucu, tidak pernah memperlihatkan tanda-tanda menyerah. Dia terlihat gagah. Tawa dan candanya sangat menyenangkan. Saya selalu menyempatkan mampir ke kantornya di kawasan Senayan. "Berat badan gue turun sepuluh kilo nih," kata Opung ketika dia baru saja pulang berobat dari Amerika. "Badan gue kan harus di-charge," katanya.
Siregar--lahir di Jakarta, 11 November 1928--adalah teknokrat olahraga yang tak tertandingi. Jika omong soal olahraga, Siregar-lah orangnya. Dia sangat cerdas, dan kecerdasan itu sudah dia perlihatkan sejak masa kanak-kanak di Jalan Malabar, di kawasan Menteng Pulo. Siregar kecil adalah jagoan. Dia belajar renang di kanal banjir. Dia bermain sepak bola di lapangan Tangkubanperahu, dekat rumahnya. Dia punya anak buah dan biasa disebut "Sinyo Malabar".
Siregar adalah pembuka lembaran-lembaran sejarah olahraga nasional. Dia memulainya di SEA Games 1977 Kuala Lumpur (sebelumnya bernama Southeast Asian Peninsular Games dan sudah digelar delapan kali sejak 1959 di Bangkok, Thailand). Di pesta olahraga Asia Tenggara pertama itu, Indonesia mendominasi dan berpesta di kolam renang (21 emas, 9 perak, dan 5 perunggu). Ini tentu saja mengejutkan. Siregar pun dicari banyak orang. Dia adalah otak semua ini.
Karya fenomenal Siregar adalah dua medali emas Olimpiade Barcelona 1992, yang dipersembahkan Susy Susanti dan Alan Budikusuma (kemudian keduanya menikah pada 1997). Ini merupakan obsesi Siregar yang sudah tertanam sejak dia menerima penghargaan emas L'Ordre Olympique dari Komite Olimpiade Internasional (IOC), yang ditandatangani Presiden Juan Antonio Samaranch pada 29 Januari 1986.
Olympic Order yang dikalungkan ke leher Siregar itu berbentuk dua tangkai daun zaitun, yang bunganya berbentuk lonceng. Dan tangkai zaitun berbunga ini kerap dipakai sebagai lambang perdamaian.
Kini Siregar telah tiada. Dia pergi dengan damai. Opung, pergilah. Kami akan selalu merindukanmu...
BAGUS WIDJANARKO | YON MOEIS