TEMPO.CO, Jakarta - Manny Pacquiao, juara kelas welter Organisasi Tinju Dunia (WBO), kembali mengungkapkan sisi gelap hidupnya jelang laga akbarnya melawan Floyd Mayweather Jr, petinju yang menjuarai kelas welter WBC (Dewan Tinju Dunia) dan WBA (Asosiasi Tinju Dunia), Minggu siang, 3 Mei 2015. Pria asal Filipina berusia 36 tahun ini mengatakan jalan hidupnya penuh dengan kepedihan.
"Saya biasa tidur di jalan dan kelaparan. Saya tidak bisa membayangkan Tuhan mengangkat saya ke tingkat kehidupan seperti ini," ucap petinju yang dijuluki Pac-Man tersebut.
Pacquiao mengakui hidupnya hanya berputar pada perjudian dan minuman keras. Kebiasaan tersebut terbawa di awal karier petinju sebagai seorang petinju. Namun seiring menukiknya karier Pacquiao, kehidupan peraih gelar tinju pada enam kelas berbeda tersebut justru tak terbenam dalam kepekatan.
Sang Pac-Man menjadi penganut Kristen yang taat dan jauh dari kesombongan. Itu dibuktikan dengan uang kemenangannya yang ditumpahkan pada pembangunan gereja, sekolah, dan pusat komunitas di General Santos City, Filipina. "Apa yang saya lakukan mengikuti perintah dalam Alkitab," katanya, "Bahwa kami harus memberi makan orang miskin, membantu para janda, mengajar dan menginspirasi anak-anak tentang kebesaran Tuhan."
Duel Pacquiao melawan Mayweather menjadi perhatian pencinta tinju dunia. Sebab, mereka sama-sama memiliki kemampuan profesional yang tak tertandingi.
Mayweather memiliki rekor mentereng dengan 47 kemenangan (26 KO) dan belum terkalahkan. Sementara Pacquiao 57 kemenangan (38 KO), dua seri, dan lima kali kalah.
Duel ini adalah penantian hampir lima tahun terakhir karena mereka kerap terpisahkan oleh lemahnya ketidaksehaman kontrak dan hak siar. Namun mereka muncul di tengah gersangnya gengsi tinju profesional saat ini. Wajar bila sentimentil pendukung cukup kuat, khususnya bagi mereka yang berkiblat ke Barat dan Asia.
WASHINGTONPOST | TRI SUHARMAN