TEMPO.CO, Jakarta - Para pendekar Indonesia gagal meraih target pada ajang pertandingan pencak silat SEA Games 2014.
"Kami gagal meraih target pada SEA Games 2015. Kami hanya meraih dua emas, empat perak, dan lima perunggu. Sedangkan target Satlak Prima empat emas. Jelas ini akan menjadi bahan evaluasi," kata Manajer Tim Pencak Silat Indonesia Taslim Azis di Singapura, Minggu, 14 Juni 2015.
Padahal Indonesia meloloskan semua pesilatnya yang turun di tujuh kelas pertandingan ke babak final, tapi gagal dikonversi menjadi medali emas. Juara umum cabang olahraga pencak silat diraih Vietnam dengan tiga emas, lima perak, dan dua perunggu.
Pada final pertama, pesilat Awaluddin Nur yang turun pada kelas 45-60 kilogram putra kalah dari Diep Ngoc Vu Minh (Vietnam) dengan skor 5-0. Kemudian target emas lainnya, Wewey Wita pada kelas 55-60 kg putri juga tumbang pada babak final.
"Padahal kami menargetkan dua kelas dari Awaluddin dan Wewey untuk bisa meraih emas. Namun keduanya harus puas dengan emas, sama seperti yang mereka pada SEA Games 2016 di Myanmar," ujar Taslim Azis.
Pertandingan antara Wewey Wita melawan Hoang Thi Loan (Vietnam) berlangsung ketat. Namun Wewey, dalam posisi mengejar poin tipis, lebih banyak mendapat teguran. "Aneh, terlalu banyak teguran. Akibatnya, saya bingung dan konsentrasi jadi buyar. Setiap ada kontak, ada teguran, dipanggil, dan lainnya," tutur Wewey.
Padahal awalnya pesilat asal Kota Bandung itu bermain cukup alot dan fokus. Namun semuanya berubah pada ronde ketiga. Hal ini membuatnya kerap terpancing gerakan lawan, sehingga dua kali ia dijatuhkan.
Taslim Azis sempat mendatangi pengawas pertandingan, memprotes kepemimpinan wasit yang terlalu mudah memanggil pesilat, meski hal itu menurut dia tidak perlu dilakukan karena masih dalam batas toleransi. Taslim menyebutkan, dari sejumlah pertandingan, ia mengaku kecewa terhadap penyelenggaraan terutama dalam penerapan peraturan pertandingan. Menurut dia, banyak hal yang harus dibenahi dalam cara penilaian oleh juri hakim dalam pertandingan.
"Penilaian yang dilakukan juri hakim itu harus disempurnakan. Yang ada saat ini sangat ribet dan menyulitkan juri memberikan poin, banyak macamnya," ucapnya.
Untuk kegagalan mengkonversi peluang final menjadi emas, kata Taslim, akan dilakukan evaluasi setelah tiba di Indonesia. Terutama dalam menghadapi ajang Asian Games 2018, dengan pencak silat menjadi salah satu andalan Indonesia.
"Penilaian digital sudah dilakukan sejak SEA Games 2013 Myanmar. Itu bagus bagi pencak silat, tapi perlu disempurnakan lagi sehingga tidak menyulitkan juri, karena kesulitan itu bisa menimbulkan kesalahan penilaian seperti yang terjadi pada gelaran kali ini," kata Taslim Azis.
ANTARA