TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tono Suratman mendukung penyatuan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dengan lembaganya. Hal tersebut karena pemisahan kedua lembaga tak berdampak positif pada peningkatan prestasi olahraga di kancah internasional.
Menurut dia, sejak menjadi dua organisasi berbeda, peran KONI dan KOI sulit disinergikan. "Dampaknya ialah prestasi olahraga kita baik di SEA Games 2015 dan Asian Games lalu menurun," ucapnya di kantor KONI, Jakarta, Jumat, 10 Juli 2015.
Penyatuan KONI-KOI kembali menguat setelah Indonesia hanya mampu berada di peringkat kelima dengan mengoleksi 47 emas, 61 perak, dan 74 perunggu dalam Sea Games Singapura beberapa pekan lalu. Menurun dia, prestasi tersebut diduga lantaran terdapat tumpang-tindihnya fungsi dan tugas KONI-KOI.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, tugas KONI ialah membina olahraga prestasi serta menyelenggarakan kompetisi dan turnamen olahraga dalam negeri. Sedangkan KOI sebagai penyelenggara event olahraga di luar negeri. Namun, pada prakteknya, KOI tidak sekadar menjadi pelaksana keikutsertaan Indonesia di ajang internasional, tapi juga mengambil tindakan yang sebenarnya termasuk kewenangan pembinaan KONI, seperti perombakan kepengurusan, komposisi atlet, dan pelatih cabang olahraga nasional yang akan ikut pertandingan internasional.
Tono menjelaskan, dia menerima banyak aspirasi dari induk cabang olahraga dan KONI provinsi yang berharap penyatuan KONI-KOI bisa segera direalisasikan. "Sebagai Ketua Umum KONI, saya akan mengikuti kehendak induk cabang olahraga dan KONI provinsi," ujarnya.
Selain menurunnya prestasi atlet, tutur Tono, terpisahnya KONI dan KOI pun ternyata banyak menimbulkan masalah baru, seperti adanya dualisme dalam cabang olahraga. "Bahkan, saat SEA Games lalu, saya pun tak mendapatkan identity card, kartu identitas," ucapnya.
GANGSAR PARIKESIT