Juru bicara JUHC, Shasa Sigit, mengatakan tahun ini adalah ketiga kalinya tim Indonesia berpartisipasi dalam Kejuaraan Asia yang berlangsung dua tahun sekali itu. Pada 2011, kejuaraan tersebut diadakan di Singapura. Dua tahun kemudian, Filipina menjadi tuan rumah. “Kami tidak menang, tapi pencapaiannya sudah jauh lebih baik daripada 2011,” kata dia. Saat itu, tim putra Indonesia finis di posisi keempat. Tahun ini, tim putra itu ditargetkan menjadi runner-up.
Menurut Arif, setelah Ramadan selesai nanti, latihan tim akan semakin intens. “Negara-negara lain sebenarnya sama dengan kita—anggota-anggota tim mereka adalah pekerja-pekerja,” ujarnya. “Tapi, menjelang kejuaraan, mereka biasanya berlatih setiap hari. Kami ingin mengejar mereka. Jadi, setelah Lebaran, latihan kami tidak hanya di hari Senin dan Kamis, tapi juga Sabtu-Minggu.”
Kendati mereka bukan atlet profesional, ada beberapa standar yang dibebankan kepada setiap pemain agar bisa layak tampil di Kejuaraan Asia nanti. “Yang pertama, soal fisik. Kami biasanya melakukan beep test (untuk mengukur kapasitas penyerapan oksigen oleh paru-paru) di kolam renang. Ada angka yang kami tetapkan,” kata salah satu pelatih, Andreas Yufan.
Selain fisik, Andreas melanjutkan, tim pelatih melihat skill pemain. “Misalnya, bagaimana stick work mereka—apakah mereka bisa menggiring puck dengan baik,” ujarnya. “Pemahaman formasi juga penting. Dia harus tahu bagaimana memposisikan diri karena kami tidak bisa banyak berkomunikasi di dalam air.”
Tentu saja, terampil bermain hoki air sesuai dengan harapan Andreas membutuhkan usaha ekstra, seperti yang dialami Irene Fedelia Sirait, seorang teknisi di sebuah perusahaan jasa operator komunikasi. Irene mengenal olahraga hoki air pada April 2014. Awalnya, dia agak malas bergabung lantaran olahraga itu melibatkan aktivitas berenang. Tapi dia lalu memutuskan mencobanya dan akhirnya ketagihan. Saat ini, dia dipercaya sebagai wakil kapten tim putri.
Irene memulai dari awal dengan belajar bagaimana berenang dengan baik dan benar. Setelah itu, dia mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang pemain hoki air. Yang paling dasar dan penting adalah beberapa teknik menenggelamkan diri ke dasar kolam, mengingat olahraga itu memang dimainkan di dasar kolam.
“Frog-dive,” kata Irene, menyebut salah satu teknik menenggelamkan diri dengan posisi badan tegak lurus. Irene membutuhkan waktu dua bulan untuk mempelajari teknik tersebut. Belum lagi gerakan tambahan yang mengikutinya. “Kita harus turun, bertahan di dalam air, lalu membentuk posisi kobra. Itu berat. Dada terasa panas, seperti sesak napas dan ditekan. Untuk gerakan ini, saya membutuhkan satu bulan lagi untuk mempelajarinya,” kata dia.
Selain teknik menenggelamkan diri, Irene harus mempelajari keterampilan-keterampilan lain, seperti menggiring dan menembak puck (kepingan hoki), serta membengkokkan tubuh untuk melindungi puck. Hal itu juga tidak mudah lantaran semuanya dilakukan dengan menahan napas. Tapi, alih-alih menyerah, Irene malah merasa tertantang. “Saya penasaran,” ujarnya.
Rasa penasaran itu, kata Irene, membuat dirinya dan teman-teman lain hampir tidak pernah absen dalam sesi-sesi latihan setiap Senin dan Kamis, seberat apa pun menu latihannya. Mereka pun memiliki istilah untuk menyebut ketagihan bermain hoki air. “Yang rajin berlatih biasanya diolok rekan sesama tim, ‘Tuh, dia udah mulai keracunan kaporit’,” tutur Irene.
GADI MAKITAN