TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi petenis profesional sejak 1995, Serena seperti tidak akan pernah bisa terkalahkan dalam kompetisi tenis dunia yang kian kompetitif setiap tahun.
Pada usia 33 tahun dan sudah berkarier di tenis profesional selama 20 tahun, Serena belum menampakkan bisa “mati”. Ia seperti akan hidup terus dengan gairah dan semangat juang yang senantiasa menyala-nyala di lapangan, termasuk dalam babak final tunggal putri Wimbledon, Sabtu malam lalu.
Setelah memenangi Wimbledon, Serena mengatakan bisa mengatasi tekanan mental menjelang tampil dalam Turnamen Amerika Serikat Terbuka di Flushing Meadows, New York, Agustus mendatang.
Jika menang di New York, Serena akan menjadi petenis putri pertama sejak Steffi Graf pada 1988 yang bisa memenangi empat seri turnamen Grand Slam dalam satu tahun.
Serena mengatakan kesiapannya untuk mencetak rekor baru dalam perjalanan kariernya yang tinggal membutuhkan satu kemenangan lagi.
“Saya merasa, jika bisa melakukan 'Serena Slam', saya akan siap dalam perjalanan menuju Grand Slam (berikutnya)," kata Serena dalam konferensi pers setelah mengalahkan Garbine Muguruza 6-4, 6-4 dalam final Wimbledon di London, Inggris.
Dengan memenangi Wimbledon ini, Serena sudah memenangi seluruh empat seri Grand Slam yang dipertandingkan untuk kedua kalinya. Yang pertama pada rentang waktu 2002-2003 dan kedua 2014-2015.
Prestasinya itu kemudian diabadikan oleh media dan pengamat tenis dengan namanya, yaitu “Serena Slam”.
Namun petenis putri nomor satu dunia tertua sepanjang sejarah ini akan meraih prestasi lebih tinggi lagi jika meraih “Golden Slam”, yang terakhir dilakukan Graf 27 tahun lalu.
“Seperti yang selalu saya katakan, ada 127 orang lain yang tidak ingin melihat saya menang. Tak ada masalah pribadi, mereka hanya ingin menang,” kata Serena melukiskan beratnya tekanan sebagai petenis putri terhebat di dunia.
Selanjutnya: Belum merasa tua di usia 34 tahun