TEMPO.CO, Jakarta - Komisi X DPR RI menunggu hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait laporan pertanggungjawaban Komite Olimpiade Indonesia (KOI) tentang sosialisasi Asian Games 2018 yang digelar akhir tahun 2015 kemarin di enam kota.
Ketua Komisi X DPR, Teuku Riefky Harsya disela sela Rapat kerja dengan Kemenpora Rabu (2/3/2016), menegaskan pihaknya akan menelusuri dugaan penyimpangan dana sosialisasi sebesar Rp 61 miliar yang semuanya berasal dari APBN. Pihaknya memang meminta kepada BPK untuk melakukan audit terkait penggunaan anggaran tersebut agar jelas kemana saja aliran dananya.
"Saat ini tengah dipelajari dan diaudit oleh BPK dan sudah masuk tahap Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Kami berharap secepatnya dapat menerima laporan tersebut agar bisa kami telusuri dan proses permasalahan atau dugaan penyimpangan ini supaya semakin jelas dan terbuka. Mungkin bulan Maret ini bisa selesai dan kami terima laporannya. Semua ada mekanismenya," katanya.
Namun Komisi X tidak bisa menunggu laporan dari BPKP sebagai lembaga audit negara juga, karena laporan itu belum sampai. Jadi cukup dari BPK saja.
Sesmenpora Alfitra Salam mengakui laporan KOI sebagai lembaga dibawah naungan Kemenpora saat ini memang tengah diaudit pihak BPK dan Inspektorat Kemenpora.
"Memang betul. Laporan KOI terkait sosialisasi Asian Games tengah diperiksa BPK. Mungkin bulan ini keluar hasilnya dan secepatnya, apalagi sudah masuk tahap PDTT. Kita ingin ada kejelasan. Namun, pihak KOI tetap terbuka dengan adanya rencana audit tersebut," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR yang juga bertindak sebagai Pimpinan Sidang Rapat Kerja, Utut Adianto menegaskan dalam menuju Asian Games 2018, diperlukan payung hukum pendanaan multievent seperti ajang terbesar Asia ini. Ia meminta keseriusan Menpora dan jajarannya agar jangan sampai perhelatan besar tersebut sampai membuat malu Indonesia, khususnya pada persiapan.
"Kami Komisi X sudah memberikan masukan yang paling serius dan baik untuk Asian Games, tapi sepertinya pihak Kemenpora belum juga melaksanakannya, baik terkait anggaran maupun arena. Padahal, ini hal yang paling pelik baik segi fisik maupun non fisik. Olahraga harus jadi industri. Kami bukan mempersulit, tapi justru mempermudahkan langkah ke depan agar jangan sampai terkait masalah hukum," ungkap Utut.
PIPIT