TEMPO.CO, Jakarta - Yusra Mardini baru saja menyelesaikan satu setengah jam sesi latihan pertama gaya kupu-kupu. Mardini telah berlatih sejak Oktober di pusat pelatihan untuk Wasserfreunde Spandau 04, salah satu klub renang tertua di Berlin, Jerman. Kolam ini dibangun oleh Nazi untuk Olimpiade 1936.
Kini Mardini telah tiba di Rio de Janeiro dan akan bersaing di cabang renang. Dia akan bersaing di tim pengungsi yang pertama di Olimpiade. Ini prestasi yang tidak pernah terbayangkan setahun lalu ketika dia nekat mengarungi Laut Mediterania dengan berenang untuk menyelamatkan diri.
Agustus tahun lalu, Mardini dan adiknya Sarah melarikan diri dari Suriah yang dilanda perang. Mardini dan adiknya memulai perjalanan mengerikan selama sebulan, melalui Lebanon, Turki dan Yunani, kemudian menyeberang ke Balkan dan Eropa Tengah dan sampai ke Jerman. Mardini ikut berdesakan dalam sampan yang rusak dari Turki menuju Yunani. Ia dan adiknya, yang juga perenang, melompat ke dalam air dan membantu membimbing perahu ke tempat yang aman.
Kisah Mardini menyedot perhatian publik Maret lalu ketika ia diidentifikasi oleh Komite Olimpiade Internasional sebagai kandidat untuk bersaing di tim baru pengungsi, yang terdiri dari sepuluh atlet pengungsi dari berbagai negara yang tidak mewakili negara manapun. Mardini akan bersaing di gaya bebas 100 meter dan kupu-kupu 100 meter. "Ini benar-benar keren," katanya tersenyum sumringah.
Mardini tidak pernah memikirkan sebelumnya bisa ikut pesta olahraga akbar sedunia itu berenang di tengah Laut Mediterania. “Ketika kecil, saya hanya dimasukkan ke dalam air," kata Mardini, yang tumbuh di pinggiran Kota Damaskus, Daraya. Ayahnya, seorang pelatih renang, mulai melatih ketika dia usia tiga tahun. Mardini melanjutkan untuk bersaing untuk tim nasional Suriah dan mendapat dukungan dari Komite Olimpiade Suriah.
Namun, pecah perang pada 2011 yang membuyarkan semua mimpi indahnya. Ketika berusia 13 tahun, semua kehidupannya berubah. Pada 2012, rumah keluarga Mardini hancur setelah ada serangan di Daraya. Setiap hari kondisi memburuk, bahkan dua rekan perenang juga tewas terkena bom.
Ada sepuluh pengungsi yang mempunyai kesempatan bertanding di Olimpiade Rio. Mereka disebut tim atlet pengungsi yang ikut berkompetisi. Para atlet ini terdiri dari lima pelari dari Sudan Selatan, dua perenang dari Suriah, dua judoka dari Republik Demokratik Kongo dan pelari maraton dari Etiopia. Mereka berbaris di bawah bendera Olimpiade pada upacara pembukaan pada tanggal 5 Agustus di Stadion Maracana.
Komite Olimpiade Internasional (IOC), telah memastikan sepuluh atlet ini ikut sejak 3 Juni lalu. Para atlet telah dipilih berdasarkan dua kriteria, yakni pengakuan oleh Badan Pengungsi Dunia UNHCR dan kredensial olahraga mereka. Tujuannya untuk memberikan harapan kepada orang-orang yang terlantar akibat perang dan kerusuhan sosial di seluruh dunia.
Presiden IOC Thomas Bach mengatakan masuknya mereka akan membawa perhatian secara global dengan besarnya krisis pengungsi. Menurut dia, atlet pengungsi ini akan menunjukkan kepada dunia bahwa tragedi yang tak terbayangkan oleh mereka. “Namun siapa pun dapat memberikan kontribusi kepada dunia melalui bakat, keterampilan, dan kekuatan semangat manusia."
NYTIMES| RIO2016.COM| NUR HARYANTO