TEMPO.CO, Jakarta - Liliyana Natsir mampu mengatasi sikap egoisnya sehingga ia bisa memenangi final ganda campuran Olimpiade Rio de Janeiro 2016 bersama Tontowi Ahmad pada pekan lalu. Hal ini ia ungkapkan dalam konferensi pers di Pusat Latihan Bulu Tangkis Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI), Rabu, 24 Agustus 2016.
“Saya memang harus menghilangkan sikap egois,” tutur Liliyana. “Biasanya, kalau Owi (panggilan akrab Tontowi) mati (kehilangan poin) secara beruntun, saya langsung memasang ekspresi tidak suka. Di Rio, saya menahan emosi.”
Liliyana mengatakan, saat Tontowi melakukan kesalahan, dia berusaha tetap tenang dengan menarik napas. “Saya berkata kepada diri sendiri, tidak mungkin Owi ingin kalah. Pasti dia juga ingin menang. Jadi saya bilang kepada Owi, ‘Enggak apa-apa. Ayo, kita masih bisa mengejar’,” kata atlet yang akrab disapa Butet ini.
Bahkan usaha Liliyana mengatasi sikap egoisnya sudah dimulai sejak persiapan Olimpiade. “Sebelumnya, saya sempat jenuh. Tapi ini Olimpiade. Saya bilang kepada Kak Ichad (panggilan akrab untuk Richard Mainaky, pelatihnya), ‘Apa pun program yang Kakak kasih, akan saya kerjakan’. Kak Ichad sampai bilang, saya tidak seperti atlet berusia 30 tahun, malah seperti pemain 20 tahun,” tuturnya.
Liliyana dan Tontowi Ahmad akhirnya berhasil mengembalikan tradisi medali emas Indonesia di Olimpiade yang sempat terputus di Olimpiade London 2012. Mereka menjadi satu-satunya penyumbang medali emas untuk kontingen Indonesia di Rio de Janeiro.
GADI MAKITAN