TEMPO.CO, Jakarta - Hubungan Tim Duncan dan Kevin Garnett bagai air dan api. Pertemuan keduanya dalam pertandingan Liga Basket Amerika (NBA) selalu berlangsung sengit. Namun kali ini mereka melakukan hal yang sama: pensiun dari Liga. Hanya 75 hari setelah Duncan menyatakan mundur dari San Antonio Spurs, Garnett pun pensiun dari Minnesota Timberwolves.
Mengunggah video perpisahan bernuansa hitam-putih di Instagram, Jumat pekan lalu, Garnett mengucapkan selamat tinggal kepada para suporternya. Pemain dengan jersey bernomor 21 itu mengakhiri karier di NBA setelah bermain selama 21 musim. “Aku sangat bersyukur, untuk setiap orang dan perhatian yang diberikan,” kata pemain berusia 40 tahun itu.
Garnett adalah fenomena besar di Liga. Saat sesi perekrutan pemain baru alias draft NBA pada 1995, Garnett membuat kejutan setelah dipilih oleh Minnesota Timberwolves. Dia adalah pemain pertama dalam 20 tahun yang langsung masuk ke liga profesional setelah lulus SMA. Garnett membuka jalan bagi para lulusan SMA bertalenta lain, termasuk Kobe Bryant, LeBron James, dan Dwight Howard, untuk masuk NBA.
Kevin Garnett.
Pemain berjulukan KG itu pergi dengan meninggalkan warisan namanya sebagai salah satu pemain bertahan terbaik sepanjang sejarah Liga. Garnett juga menjadi salah satu pemain yang paling berpengaruh dan kompetitif di NBA. “Sungguh nikmat bisa menyaksikan KG datang ke Liga ini sebagai anak muda dan melihatnya berkembang menjadi salah satu pemain terbaik NBA,” kata pemilik Timberwolves, Glen Taylor.
Selama 12 tahun di Timberwolves, Garnett delapan kali terpilih masuk tim pilihan NBA dan tim bertahan terbaik. Dia juga meraih gelar pemain terbaik pada 2004. Garnett mendapatkan satu-satunya cincin juara setelah bermain bersama Boston Celtics pada 2008.
Di luar prestasi dan kemampuan basketnya, hal lain yang populer dari Garnett adalah rivalitasnya dengan Duncan. Garnett dikenal sebagai pemain bermulut pedas, suka memprovokasi, dan bermain keras. Selama bertahun-tahun, Garnett tampak menjadi tokoh antagonis bagi Duncan yang dikenal selalu tampil kalem. Bermain di posisi yang sama, Duncan kerap lebih agresif ketika melawan Garnett.
Kabar yang beredar menyebutkan persaingan mereka berawal ketika Spurs bertemu Timberwolves di babak pertama playoff Wilayah Barat pada 1999. Pertandingan berlangsung bertepatan dengan perayaan Hari Ibu. Saat itu Garnett disebut melontarkan hinaan ketika Duncan bersiap mengeksekusi tembakan free throw.
Keduanya tak pernah mengklarifikasi kabar tersebut. Namun, sejak saat itu, Duncan dan Garnett terlihat seperti musuh bebuyutan. Garnett kerap mengejek, menyikut, dan menyodok Duncan saat bertanding. Duncan beberapa kali membalasnya, namun lebih sering kali mengabaikan aksi Garnett.
Garnett dan Duncan berhadapan sebanyak 52 kali di lapangan, 33 di antaranya berakhir dengan kemenangan Spurs. Efektivitas pertahanan dan tembakan Duncan membuktikan dirinya lebih unggul ketimbang Garnett. Duncan mencetak rerata 19 poin dan 11 rebound selama kariernya, sementara Garnett membuat 17 poin dan 10 rebound.
Duncan adalah nyawa Spurs selama 19 tahun kariernya di tim itu. Di bawah asuhan Gregg Popovich, Duncan membangun fondasi permainan Spurs yang dikenal efektif dalam bertahan dan menyerang di paint area—wilayah di dekat ring. Pemain dengan tinggi 2,11 meter itu mengantar Spurs meraih trofi NBA pertamanya pada 1999, dan empat gelar juara lainnya.
Garnett tak pernah menyesali perseteruannya dengan Duncan. Namun dia setidaknya bisa menunjukkan rasa hormatnya terhadap Duncan. “Aku dan Tim adalah anak muda pada masanya dan kami sudah bertanding banyak sekali,” kata Garnett. “Inilah yang kau inginkan di liga, seseorang yang bisa kau andalkan untuk meningkatkan kemampuanmu.”
ESPN | SI | AP | NBA | GABRIEL YOGA