INFO PEPARNAS - Tak ada firasat apa pun di benak Melianus Yowei saat menemani sang paman melaut sepuluh tahun lalu. Pamannya adalah nelayan yang kerap menggunakan bom untuk menangkap ikan.
“Waktu itu, saya tidak tahu yang saya bakar itu bom ikan. Saya pikir sumbunya tidak menyala. Ternyata menyala dan meledak di perahu. Jarak bom dengan mata saya kurang lebih satu meter saja," kenang Melianus.
Baca Juga:
Akibat kejadian itu, dokter harus mengoperasi mata Melianus. Mata kanannya dibelah dan dijahit. Biaya operasi yang tinggi menyebabkan dia hanya mengoperasi satu matanya.
“Satu mata memakan biaya Rp 8 juta. Hasil operasinya pun tidak membuat mata normal kembali 100 persen, hanya bisa lihat samar-samar. Kalau cuaca panas sekali, harus menggunakan kacamata hitam agar terlindungi," ujarnya.
Kini, jarak pandang Melianus paling jauh delapan meter. Dia putus harapan dan mengubur cita-citanya untuk menjadi polisi. Dirinya tak mampu membayangkan masa depan.
Baca Juga:
Beruntung, Melianus punya saudara atlet difabel. Dialah yang mengajak Melianus menjadi atlet renang dan mulai berlatih serius.
"Karena rumah di pinggir pantai, jadi bakat alam sudah ada. Tinggal dipoles saja,” ujarnya.
Pada 2008, Melianus memberanikan diri ikut pelatihan daerah (pelatda) selama dua bulan. Pada tahun itu pula, untuk pertama kali, dia mengecap ajang Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas). Secara perlahan, Melianus mulai dapat memandang masa depannya sebagai atlet.
Tak puas hanya menjajal ajang kompetisi nasional, Melianus pun mulai menjajagi arena-arena pertandingan internasional. Pada ASEAN Paragames 2011, dia berhasil meraih dua emas, satu perak, dan dua perunggu. Setelah itu pun, berbagai kejuaraan tingkat dunia diikutinya untuk terus mengasah kemampuan, misalnya kejuaraan dunia di Myanmar, Korea, Singapura, Inggris, dan Portugal.
Puncaknya adalah ketika Melianus mewakili Indonesia pada Paralimpiade 2016 di Rio de Janeiro. Meski tak masuk babak kualifikasi, Melianus bangga bisa mewakili negaranya.
"Perlawanan di sana sangat berat. Penyisihannya sulit. Persaingannya sangat kuat. Saya paling kecil di sana, padahal di sini (Indonesia) kelihatan tinggi,” katanya.
Catatan waktu Melianus pun tak jelek-jelek amat. Pada nomor 100 meter gaya dada, dia mencatat rekor waktu pribadi, yaitu 1:14.39, selain mencatat juga rekor Asia. Catatan waktu itu menempatkan Melianus pada peringkat 9 dunia untuk nomor tersebut.
Kemampuannya yang sering diasah di arena pertandingan internasional, menjadikan perenang Papua ini tak terkalahkan dalam Peparnas XV 2016 Jawa Barat. Dia sukses membawa pulang tiga medali emas di nomor 100 meter gaya dada S13, 50 meter gaya bebas S13, dan 100 meter gaya bebas S13.
Tercapai sudah sebagian besar impian Melianus. Pada usia 28 tahun, sederetan prestasi sebagai atlet sudah diraihnya. Sesuatu yang tak bisa dia bayangkan bakal tercapai saat dirinya kehilangan penglihatan. Kini, dia pun sudah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri. “Pokoknya sudah cukup untuk sekarang ini," ujarnya bersyukur. (*)