TEMPO.CO, Jakarta - Hasil 12 medali emas yang berhasil diraih tim pencak silat Indonesia dalam Kejuaraan Pencak Silat for The World: The 17th World Championship and Festival di Denpasar, Bali yang berlangsung pada 3-8 Desember 2016 melampaui target awal. Rony Syaifullah, Kepala pelatih tim pencak silat Indonesia, mengatakan bahwa target yang dipatok adalah 11 medali emas.
"Kami ingin melebihi target sebelumnya pada Januari 2015 mendapat sembilan medali emas. Ternyata dapat 12 menjadi bonus bagi kami," katanya saat ditemui Tempo di Hotel Inna Grand Bali Beach Sanur, Denpasar, Jum'at, 9 Desember 2016.
Pesilat kelahiran Boyolali, 26 Agustus 1976 itu menegaskan bahwa untuk bisa menjadi juara umum dirinya sangat optimistis karena ada banyak talenta muda yang sangat berbakat. "Ini belum terdeteksi oleh lawan, maka kami jadi kuda hitam. Selain itu juga kekuatan pendukung kami sebagai tuan rumah," ujarnya.
Di ajang Kejuaraan Dunia Pencak Silat ke-17 itu ia mengasuh 30 pesilat dari usia 17 sampai 33 tahun. Mereka terdiri atas perguruan silat Tapak Suci, Setia Hati Terate, Tadjimalela, Satria Muda Indonesia, Silat Bakti Negara, Sawunggaling, Pamur, Satria Mandiri, dan Perisai Diri.
Rony mengatakan tanggung jawab yang ia emban untuk membawa Indonesia di kejuaraan dunia bukan hal mudah. Ia bersama para atlet asuhannya menjalani fase persiapan yang menurut dia sangat singkat. "Setelah seleksi nasional kami punya waktu empat minggu menuju kejuaraan dunia. Tetapi, para atlet sudah terbina lama karena persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON), jadi terbantu agenda daerah," tutur pesilat dari perguruan Tapak Suci itu.
Dari hasil pengamatannya dalam ajang kejuaraan bertaraf internasional, pesilat mancanegara yang dianggapnya cukup tangguh yaitu Malaysia, Thailand, Vietnam, Belanda dan Belgia.
Menurut dia yang terpenting untuk menghadapi kejuaraan adalah membangung mental. "Peran mental itu 80 persen, maka sesi latihan akhir yang kami garap di situ," katanya. Ia menambahkan bahwa pendekatan personal untuk membangun motivasi juga sangat penting.
"Mereka (atlet silat) harus diberi informasi yang positif. Contohnya, saya bilang pesilat terbaik itu dari Indonesia, yang lain itu ayam sayur," ujarnya. "Nyali adalah kunci utama, disiplin latihan, serius, dan jangan egois."
Pemahaman tentang filosofi silat dan kebudayaan juga penting untuk menumbuhkan semangat nasionalisme para atlet asuhannya. "Anak-anak harus yakin bahwa sumber silat adalah kebudayaan Indonesia. Kalau tidak mumpuni (saat bertanding) berarti tidak menghargai budayanya sendiri," tuturnya.
Menurut dia di Indonesia silat memiliki masa depan cemerlang. Namun, tutur dia, harus didukung dengan manajemen Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) yang bagus, kuat, dan stabil. "Dan juga dukungan pemerintah agar pembinaan PB. IPSI tidak kewalahan," tuturnya.
Rony mengatakan bahwa silat juga memiliki banyak potensi, bukan hanya pertandingan saja. "Di Indonesia ada 900 aliran silat pengikutnya berkisar 21 juta. Ini potensi yang bagus untuk digarap karena pertunjukan silat juga mengandung unsur hiburan," tuturnya.
BRAM SETIAWAN